BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pencapaian suatu
prestasi di bidang olahraga pada dasarnya merupakan hasil akumulatif dari
berbagai aspek/unsur yang mendukung terwujudnya prestasi. Dalam tulisan ini
masalah yang disoroti terutama mengenai fungsi pelatih sebagai pemimpin, yang
memimpin atletnya dalam upaya mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Fungsi
pelatih sebagai pemimpin menarik untuk dikaji dan dievaluasi, karena salah satu
kunci utama dalam keberhasilan para atlet terletak pada kemampuan seorang
pelatih dalam memimpin atletnya. Hal ini tercermin dari interaksi yang terjadi
di lapangan. Brooks dan Fahey (1984) mengemukakan bahwa pelatih mempunyai tugas
sebagai perencana, pemimpin, teman, pembimbing, dan pengontrol program latihan.
Sedangkan atlet mempunyai tugas melakukan latihan sesuai program yang telah
ditentukan pelatih.
Banyak cara
pendekatan dilakukan pelatih dalam merealisasikan program yang telah disusun,
antara lain yaitu melalui gaya (style) yang merupakan cara kerja yang biasa
dilakukan sebagai kekhasan dari seseorang (logman : 1987). Dengan adanya
tulisan ini diharapkan dapat dijadikan rujukan guna mengevaluasi para pelatih
di dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin atlet/tim.
Pelatih memainkan
banyak peran, gaya kepemimpinan yang konsisten diharapankan akan membawa atlet
lebih percaya, dan bersemangat dengan
apa yang diterapkan dalam pertandingan. Oleh karena itu kepemimpinan merupakan
hal yang sangat penting dalam keberhasilan atlet dan timnya, pemimpin merupakan
kunci pembuka bagi suksesnya organisasi atau tim.
Pelatih yang
otoriter bertindak sangat direktif, selalu memberikan pengarahan, dan tidak
memberikan kesempatan timbulnya partisipasi. Sedangkan pelatih yang demokratis
mendorong kelompok diskusi dan pembuat keputusan, mereka mencoba bersikap
objektif dalam memberikan pujian, kritik, dan motivasi. Adapun pelatih yang
mempunyai gaya kepemimpinan laissez-faire memberikan kebebasan yang mutlak
kepada kelompok.
1.2. Rumusan
Masalah
Dari
uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan berbagai
permasalahan yang timbul, sebagai berikut :
- Apa pengertian pemimpin, kepemimpinan dan gaya kepemimpinan?
- Bagaimana macam-macam gaya kepemimpinan ?
- Bagaimana tipe kepribadian pelatih ?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
- Definisi pemimpin, kepemimpinan dan gaya kepemimpinan.
- Macam-macam gaya kepemimpinan.
- Tipe kepribadian pelatih.
1.4. Manfaat
Dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1.
Manfaat
Teoritis
Untuk pengembangan pengetahuan dalam dunia pelatih, sehingga seorang
pelatih mampu memahami gaya-gaya kepemimpinan yang patut digunakan dalam proses
melatih. Proses latihan tentu tidak akan berjalan dengan mulus seperti yang
kita banyangkan, pasti saja ada kendala yang menghalangi kita untuk mencapai
proses latihan yang maksimal. Proses latihan yang maksimal akan tercapai bila
kita sabar dalam menekuni dunia kepelatihan ini, maka dari itu penulis menjelaskan
lebih dari satu gaya kepemimpinan yang patut digunakan dalam menunjang proses
latihan agar atlet merasa nyaman dilatih oleh pelatihnya sehingga akan
mempermudah untuk mencapai prestasi yang maksimal.
2.
Manfaat
Praktis
Dalam penulisan ini diharapkan
secara praktis dapat memberikan beberapa manfaat seperti :
Sebagai salah satu syarat kelulusan dalam penyelesaian pendidikan stara 1
(S1) pada program studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Olahraga
dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha, sehingga dalam inflementasinya dilapangan
mampu mempraktekkan gaya kepemimpinan yang patut digunakan pelatih dalam
memberikan pelatihan kepada atlet sehingga mampu mencapai prestasi yang
maksimal.
b)
Bagi
masyarakat :
Untuk memberikan gambaran
kepada masyarakat mengenai gaya kepemimpinan yang patut diterapkan pada proses
latihan sehingga altet mampu mencapai prestasi yang maksimal.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1.Definisi Pemimpin, Kepemimpinan dan
Gaya Kepemimpinan
Pemimpin adalah seorang
yang membimbing atau mengarahkan individu, kelompok/group, tim, dan organisasi
(Logman : 1987). Sedangkan kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang
untuk mengarahkan usaha-usaha ke arah pencapaian tujuan tertentu (Gibson dan
Hodgetts : 1986). Kemudian Forsyth (1983) mengemukakan bahwa kepemimpinan
adalah proses timbal balik/reciprocal, di mana individu diperbolehkan
mempengaruhi dan memotivasi yang lain untuk mempermudah pencapaian yang saling
memuaskan kelompok dan tujuan individu.
Veithzal (2004: 64)
mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan
seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya
kepemimpinan merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Sifat
dan kepribadian seorang pelatih akan banyak turut menentukan keberhasilan atau
tidak tugas dan pengabdiannya. Kepribadian seorang pelatih tidak dapat
dipisahkan dengan kepemimpinannya dalam melatih. Setiap pelatih mempunyai gaya
kepemimpinan tersendiri, ini dikarenakan setiap pelatih mempunyai kepribadian
yang berbeda dan strategi untuk mencapai tujuan yang berbeda pula. Gaya
kepemimpinan ini akan tercermin dari cara pelatih membina dan melatih atletnya
dalam meningkatkan prestasi.
2.2.Macam-Macam
Gaya Kepemimpinan
Dalam dunia olahraga banyak pelatih
yang sukses dalam memimpin dan membina atletnya dengan berbagai macam gaya
kepemimpinannya. Menurut Nawawi dan Hadari (1995: 83), gaya kepemimpinan
memiliki tiga pola dasar sebagai berikut:
- Gaya kepemimpinan yang mementingkan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal. Pemimpin menaruh perhatian yang besar dan memiliki keinginan yang kuat untuk melaksanakan tugas-tugasnya, tanpa campur tangan orang lain. Pemimpin menuntut pula agar setiap anggota seperti dirinya, menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat dalam melaksanakan tugas-tugasnya, dengan tidak perlu menghiraukan dan mencampuri tugas-tugas orang lain pemimpin berasumsi bahwa bilamana setiap anggota melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien, pasti akan dicapai hasil yang diharapkan sebagai penggabungan hasil yang dicapai masing-masing anggota. Keserasian hasil setiap anggota dengan tujuan bersama tidak dipersoalkan, karena yang penting bagi pemimpin setiap anggota sibuk melaksanakan tugasnya.
- Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerjasama. Pemimpin menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat agar setiap orang mampu menjalin kerjasama, dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, yang tidak dapat dilepaskan dari kebersamaan di dalam suatu unit atau organisasi sebagai satu kesatuan. Pemimpin berkeyakinan bahwa dengan kerja sama yang intensif, efektif, dan efisien, semua tugas dapat diselesaikan dengan maksimal dan kelompok atau organisasi akan berkembang dinamis. Perhatian pemimpin yang diarahkan pada usaha menciptakan kerjasama yang akrab, cenderung mengakibatkan perhatiannya pada pelaksanaan tugas dan hasilnya menjadi melemah dan berkurang.
- Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai dalam rangka mewujudkan kelompok atau organisasi. Pemimpin menaruh perhatian yang besar dan memiliki keinginan yang kuat agar setiap anggota berprestasi sebesar-besarnya. Pemimpin memandang produk (hasil) yang dicapai merupakan ukuran prestasi kepemimpinannya. Cara mencapai hasil dan apa yang dikerjakan untuk mencapai hasil yang kuantitas dan kualitasnya sesuai dengan keinginan pimpinan tidak perlu dipersoalkan. Siapa yang melaksanakan dan bagaimana tugas dilaksanakan berada diluar perhatian pemimpin, karena yang penting adalah hasilnya dan bukan prosesnya.
Menurut Ronald Lippit dan Ralph K.
White yang dikutip oleh Miftah (1990: 68) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan
ada 3 (tiga) macam sebagai berikut:
1) Gaya Otoriter
Gaya kepemimpinan otoriter adalah kemampuan
mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan diputuskan
oleh pemimpin semata-mata. Menurut Sutarto (1991: 73) gaya kepemimpinan
otoriter antara lain berciri:
a) Wewenang
mutlak terpusat pada pimpinan,
b) Keputusan
dibuat oleh pimpinan,
c) Kebijaksanaan
selalu dibuat oleh pimpinan,
d) Komunikasi
berlangsung satu arah dari pimpinan ke bawahan,
e) Pengawasan
terhadap sikap tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya dilakukan
secara ketat,
f) Prakarsa
harus datang dari pimpinan,
g) Tiada
kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan, atau pendapat,
h) Tugas-tugas
dari bawahan diberikan secara instruktif,
i)
Lebih banyak kritik dari pada pujian,
j)
Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari
bawahan tanpa syarat,
k) Cenderung
adanya paksaan, ancaman dan hukuman,
l)
Kasar dalam bertindak,
m) Kaku
dalam bersikap,
n) Tanggung
jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan.
Dapat diartikan bahwa gaya pemimpin otoriter adalah
seorang pemimpin yang menganggap dirinya lebih dari orang lain dalam segala
hal. Ia cenderung egois dan memaksa kehendak/ lebih senang memberikan perintah
kepada bawahan tanpa menjelaskan langkah-langkah dan alasan-alasan yang nyata.
Secara khusus pelatih otoriter menurut Pate dan
Clenaghan yang diterjemahkan Kasiyo (1993: 12-14):
a) Menggunakan
kekuasaan untuk mengendalikan orang lain,
b) Memerintah
yang lain dalam kelompok,
c) Berusaha
agar semuanya dikerjakan menurut keyakinannya,
d) Bersikap
tidak mengorangkan orang,
e) Menghukum
anggota yang mengabaikan atau menyimpang,
f) Memutuskan
pembagian kerja,
g) Menentukan
bagaimana pekerjaan seharusnya,
h) Memutuskan
kebenaran ide.
Kepemimpinan otoriter ini timbul atas keyakinan
pimpinan bahwa fungsi dan peranannya adalah memerintah, mengatur, dan mengawasi
anggota kelompoknya. Pemimpin seperti ini merasa bahwa statusnya berbeda dan
lebih tinggi dari kelompoknya. Selain itu, pemimpin lupa bahwa dirinya tidak
dapat berbuat banyak tanpa bantuan dan kerja sama dengan anggota kelompok
organisasinya. Pemimpin tidak menyadari bahwa keberhasilan yang dicapai adalah
berkat kesediaan, keikutsertaan, dan kesungguhan anggota-anggotanya dalam
bekerja baik secara perorangan maupun dalam bentuk kerja sama dengan kata lain
setiap anggota organisasi ikut berperan dan menentukan keberhasilan atau
kegagalan pemimpin dalam mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.
Keuntungan yang didapat dalam penerapan
gaya kepemimpinan ini adalah kecepatan dan ketegasan dalam pembuatan keputusan,
dan bertindak, sehingga untuk sementara mungkin produktivitasnya dapat naik.
Meskipun demikian, penerapan gaya kepemimpinan otoriter dapat menimbulkan kerugian,
antara lain suasana menjadi kaku, tegang, mencekam, menakutkan, sehingga
berakibat lebih lanjut timbulnya ketidakpuasan.
2)
Gaya
Demokrasi
Prinsip utama kepemimpinan demokrasi ialah mengikut
sertakan semua orang di dalam proses penerapan dan penentuan strategi di dalam
mencapai tujuan bersama dan setiap pengambilan keputusan selalu didasarkan
musyawarah dan mufakat.
Gaya kepemimpinan ini menurut Sutarto (1991: 75-76)
berciri sebagai berikut:
a) Wewenang
pemimpin tidak mutlak,
b) Pemimpin
bersedia melimpahkan sebagian wewenangnya kepada orang lain,
c) Keputusan
dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan,
d) Kebijaksanaan
dibuat bersama pimpinan dan bawahan,
e) Komunikasi
berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun
antara sesama bawahan,
f) Pengawasan
terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan
secara wajar,
g) Prakarsa
dapat datang dari pimpinan maupun bawahan,
h) Banyak
kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan, atau pendapat,
i)
Tugas-tugas kepada bawahan diberikan
dengan lebih bersifat permintaan dan pada instruksi,
j)
Pujian dan kritik seimbang,
k) Pimpinan
mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas kemampuan secara wajar,
l)
Pimpinan memperhatikan kesetiaan para
bawahan secara wajar,
m) Pimpinan
memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak,
n) Terdapat
suasana saling percaya, saling hormat, saling harga menghargai,
o) Tanggung
jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan dan bawahan.
Dapat diartikan bahwa gaya kepemimpinan demokrasi adalah
tidak hanya demokratis di dalam pengangkatan pimpinan, tetapi juga dalam
pengambilan keputusan dan pelaksanaannya. Setiap anggota kelompok dan pemimpin juga berhak untuk
memberi penghargaan, kritik, nasihat.
Pemimpin demokratis tidak perlu berbeda dengan
pimpinan otoriter dalam jumlah kekuasaan tapi berbeda dalam usaha dia untuk
menimbulkan keterlibatan dan partisipasi maksimum dari setiap anggota dalam
aktifitas kelompok dan dalam penentuan tujuan kelompok. Dia menyebarkan
tanggung jawab, dukungan dan kekuatan hubungan antar personal untuk mengurangi
ketegangan dan konflik antar kelompok dan untuk mencegah perkembangan struktur
kelompok hirarkis dimana perbedaan hak dan status menonjol.
Sebaliknya, menurut Pate dan Clenaghan yang
diterjemahkan Kasiyo (1993: 12 -19), pemimpin yang demokratis pada umumnya:
a) Bersikap
ramah, bersahabat,
b) Membiarkan
kelompok sebagai keseluruhan membuat rencana,
c) Mengizinkan
anggota-anggota kelompok untuk berinteraksi dengan yang lain tanpa ijin,
d) Menerima
saran-saran,
e) Berbicara
sedikit lebih banyak dari rata-rata versus anggota kelompok.
Penerapan gaya kepemimpinan demokratis
dapat mendatangkan keuntungan antara lain berupa keputusan serta tindakan yang
lebih obyektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki, serta terbinanya moral yang tinggi.
Sedangkan kelemahan gaya ini antara lain lamban, rasa tanggung jawab kurang,
keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan terbaik (Sutarto, 1991: 77).
3) Bebas
(Laissez-Faire)
Gaya kepemimpinan bebas/ laissez faire
adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara berbagai kegiatan yang akan
dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Ciri-ciri kepemimpinan ini seperti yang ditulis oleh
Sutarto (1991: 77-78) adalah sebagai berikut:
a) Pemimpin
melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan,
b) Keputusan
lebih banyak dibuat oleh para bawahan,
c) Kebijaksanaan
lebih banyak dibuat oleh para bawahan,
d) Pimpinan
hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan,
e) Hampir
tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan yang
dilakukan para bawahan,
f) Prakarsa
selalu datang dari bawahan,
g) Hampir
tiada pengarahan dari pimpinan,
h) Peranan
pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok,
i)
Kepentingan pribadi lebih utama dari kepentingan
kelompok,
j)
Tanggung jawab keberhasilan organisasi
dipikul orang perorangan.
Sedangkan menurut Onang (1977: 43) kepemimpinan
bebas/ laissez faire adalah kepemimpinan dimana Si pemimpin menyerahkan tujuan
dan usaha-usaha yang akan dicapai, sepenuhnya kepada anggota-anggota kelompok.
Si pemimpin dalam menegakkan peranan kepemimpinannya hanya pasif saja. Dialah
yang menyediakan bahan-bahan dan alat-alat untuk satu pekerjaan, tetapi
inisiatif diserahkan kepada para anggota, jadi kepemimpinan bebas bawahan
mendapat kebebasan seluas-luasnya dari pemimpin tidak ada atau tidak berfungsi
kepemimpinan, tidak mengatur apa-apa, tidak mengadakan rapat, tidak membina
diskusi, dan tidak mencoba mengatur dulu pihak-pihak bila bertentangan.
Penerapan kepemimpinan yang liberal ini dapat
mendatangkan keuntungan antara lain para anggota atau bawahan akan dapat
mengembangkan kemampuan dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini membawa kerugian
bagi organisasi antara lain berupa kekacauan karena tiap pejabat bekerja
menurut selera masing-masing.
Dari berbagai macam gaya kepemimpinan
yang telah diuraikan diatas, sebenarnya tidak ada gaya kepemimpinan yang
terbaik. Meskipun terdapat beberapa gaya kepemimpinan seperti disebut di atas,
tetapi tidak ada gaya yang efektif yang dapat diterapkan pada semua situasi.
Setiap situasi yang berbeda menuntut cara pelaksanaan kepemimpinan yang berbeda
pula. Oleh karena itu, seorang pelatih seharusnya memiliki sifat-sifat dan
ciri-ciri kepemimpinan yang baik.
2.3.Tipe
Kepribadian Pelatih
Berbagai
klasifikasi tentang tipe seorang pelatih disesuaikan dengan keadaan watak,
perilaku, temperamen yang dimiliki seorang pelatih, Tutko dan Richards (1975)
dikutip Hamidsyah (1995: 19) memberikan
5 (lima) kategori kepribadian pelatih yang paling dominan adalah sebagai
berikut:
1) Pelatih
Otoriter (Authritarian Coach)
Tipe pelatih semacam
ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan seperti perkiraan dan strategi yang
dibuatnya terkadang kurang memenuhi sasaran. Tetapi ia tetap bersikeras pada
prinsip-prinsip pendiriannya yang seringkali mengabaikan kemungkinan pemecahan
masalah yang rasional. Ia lebih cenderung menggantungkan diri pada perasaan,
bukan pada kajian analitis dari masalah. Pelatih tipe ini begitu keras dan
disiplin sehingga bila ada atletnya yang salah selalu mendapatkan
hukuman-hukuman, ciri-ciri tipe pelatih otoriter sebagai berikut:
a) Memiliki
disiplin tinggi,
b) Sistem
Hukuman,
c) Pengawasan
ketat,
d) Tindakan
kejam dan sadis,
e) Bukan
pribadi yang hangat,
f) Teknik
Ancaman,
g) Tidak
menyukai asisten pelatih yang bertipe sama,
h) Bekerja
teratur dan terorganisasi dengan baik.
2) Pelatih
yang Baik Hati (Nice Guy Coach)
Tipe pelatih semacam
ini adalah seorang yang peramah, murah hati, dan berlawanan dengan tipe pelatih
otoriter. Sifatnya sangat ramah, selalu ingin menolong, dan memperhatikan
kepentingan serta kesejahteraan atlet, fleksibel. Mempunyai rasa prihatin yang
besar. Dibawah asuhan pelatih yang baik hati atlet merasa tenang dan rileks, ciri-ciri
pelatih yang baik hati antara lain:
a) Senang
memberi pujian atau penghargaan dan selalu disegani orang,
b) Sangat
fleksibel dalam membuat rencana latihan yang kadang-kadang dapat membuat atlet
menjadi sangsi akan profesinya sebagai pelatih,
c) Dalam
menerapkan metode latihan ia sering ragu-ragu dan sering mencoba-coba beberapa
alternatif metode atau sistem dalam latihan.
3) Pelatih
Pemacu (Intense atau Driven Coach)
Pelatih tipe ini adalah
seorang yang suka bekerja keras, penuh semangat, disiplin tinggi dan agresif
dalam menjalankan tugas. Ia tidak senang kerja santai dan bermalas-malasan.
Tipe ini sangat efektif dalam memberikan motivasi, rangsangan dan semangat
kepada para atletnya. Dalam beberapa hal pelatih tipe pemacu ini memiliki
persamaan dan perbedaan dengan tipe otoriter. Perbedaan terletak pada tidak
adanya penerapan sistem hukuman bagi atlet yang kurang memenuhi tugas-tugasnya.
Sedangkan dalam sistem pelatih otoriter
semua kesalahan harus mendapatkan hukuman. Sedang persamaan kedua tipe
ini adalah sama-sama memiliki disiplin tinggi, tegas, kemauan dan kerja keras
tanpa mengenal waktu, ciri-ciri tipe pelatih pemacu antara lain sebagai berikut:
a) Selalu
merasakan kekhawatirannya, ragu-ragu karena merasa masih ada hal-hal yang
penting yang seharusnya diberikan dalam menghadapi pertandingan,
b) Selalu
mendramatisasikan hal-hal kecil menjadi besar. Suka berteriak saat pertandingan
berlangsung dan menyerang serta menyalahkan wasit bila wasit dianggap merugikan
atlet atau regunya,
c) Memiliki
pengetahuan dan informasi yang lengkap tentang cabang olahraga yang dibinanya,
d) Mempunyai
pandangan setiap kekalahan merupakan malapetaka yang berat tanggungannya,
4) Pelatih
Santai (Easy-Going Coach)
Tipe pelatih santai
adalah gambaran bagaimana seorang pelatih yang bekerja dengan santai dan
biasanya bersikap pasif. Ia adalah tipe seorang pelatih yang baik, tidak pernah
merasakan adanya beban atau stress karena mereka bebas untuk berinteraksi
setiap saat. Dalam melakukan latihan-latihan tidak ketat pengawasan pelatih,
program-program latihan tidak terorganisasikan dengan baik sehingga kesiapan
para atletnya pun dalam menghadapi pertandingan-pertandingan dipersiapkan
seadanya. Masalah prestasi bukan menjadi tujuan utama sehingga latihan-latihan
berjalan santai tanpa adanya beban mental apapun, ciri-ciri pelatih santai
antara lain sebagai berikut:
a) Dalam
menjalankan tugas tidak terikat oleh apapun serta tidak serius dalam menangani
atlet atau regunya,
b) Karena
sifat yang santai, pelatih tipe ini tidak memiliki kreasi untuk dapat menggugah
semangat para atletnya,
c) Baik
perencanaan maupun program-program latihan tidak disusun secara teratur dan
terinci,
d) Kekalahan
bagi timnya tidak menjadikan ia bingung atau merasa susah tetapi ia tetap
tenang,
e) Pelatih
seperti ini memberikan kesan kepada orang lain sebagai pelatih yang dingin
tanpa usaha.
5) Pelatih
Tipe Bisnis (Business-Like Coach)
Pelatih tipe ini
menganggap olahraga sebagai bisnis. Oleh karena itu semua kegiatan diorganisasi
dengan teratur dan baik. Ia adalah seorang yang inovatif dengan memiliki
pengetahuan tentang olahraga yang mendalam. Pelatih tipe ini mempunyai
kecerdasan tinggi dan cepat tanggap akan situasi apa pun serta selalu yakin akan
segala gagasan-gagasannya, ciri-ciri pelatih bisnis antara lain sebagai berikut:
a) Selalu
mengikuti perkembangan atlet dengan penuh ketekunan dan kesabaran serta
mencatat tentang kemajuan atau kemunduran setiap atletnya,
b) Segala
sesuatu yang menyangkut tentang latihan disusun secara mendetail serta
dipertimbangkan secara matang sebelum diterapkan,
c) Ia
seorang yang keras hati dan berdisiplin tinggi, serta menuntut semua berjalan
tepat waktu,
d) Hubungan
atlet dengan pelatihnya tidak akrab karena
itu atlet tidak mudah untuk mendekatinya.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Simpulan
Pemimpin
adalah seorang yang membimbing atau mengarahkan individu, kelompok/group, tim,
dan organisasi (Logman : 1987). Sedangkan kepemimpinan adalah suatu proses
mempengaruhi orang untuk mengarahkan usaha-usaha ke arah pencapaian tujuan
tertentu (Gibson dan Hodgetts : 1986), dan Veithzal (2004: 64) mengemukakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang
tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya
Dalam
dunia olahraga banyak pelatih yang sukses dalam memimpin dan membina atletnya
dengan berbagai macam gaya kepemimpinannya. Menurut Nawawi dan Hadari (1995:
83), gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar sebagai berikut:
- Gaya kepemimpinan yang mementingkan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal.
- Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerjasama.
- Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai dalam rangka mewujudkan kelompok atau organisasi. Menurut Ronald Lippit dan Ralph K. White yang dikutip oleh Miftah (1990: 68) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan ada 3 (tiga) macam antara lain : 1) Otoriter, 2) Demokrasi, 3) Bebas (Laissez-Faire).
Berbagai
klasifikasi tentang tipe seorang pelatih disesuaikan dengan keadaan watak,
perilaku, temperamen yang dimiliki seorang pelatih, Tutko dan Richards (1975)
dikutip Hamidsyah (1995: 19) memberikan
5 (lima) kategori kepribadian pelatih yang paling dominan yaitu : 1) Pelatih
Otoriter (Authritarian Coach), 2) Pelatih
yang Baik Hati (Nice Guy Coach), 3) Pelatih
Pemacu (Intense atau Driven Coach), 4) Pelatih Santai (Easy-Going Coach), 5) Pelatih Tipe
Bisnis (Business-Like Coach)
DAFTAR
PUSTAKA
Nugroho,
Agung. 2010. Profil Gaya Kepemimpinan
Pelatih Pencak Silat. Pada : http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=gaya%20kepemimpinan%20pelatih&source=web&cd=6&cad=rja&ved=0CEgQFjAF&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsystem%2Ffiles%2Fpenelitian%2FDrs.%2520Agung%2520Nugroho%2520AM.%2C%2520M.Si.%2FPenelitian%2520Gaya%2520kepemimpinan%2520Pelatih%2520Pencak%2520Silat.doc&ei=aAEqUaDHGcXprQfKt4DIBw&usg=AFQjCNHPTkmWhiaTCClK1LGFJrcDhAk_Sg&bvm=bv.42768644,d.bmk.
Di akses pada : Kamis, 21 Februari 2013
Situmorang,
Andi suntoda. 2010. Gaya Kepemimpinan
Pelatih Olahraga Dalam Upaya Mencapai Prestasi Maksimal. Tersedia pada : http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=gaya%20kepemimpinan%20pelatih&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCoQFjAA&url=http%3A%2F%2Ffile.upi.edu%2FDirektori%2FFPOK%2FJUR._PEND._OLAHRAGA%2F195806201986011-ANDI_SUNTODA_SITUMORANG%2FJurnal_PKR-2.pdf&ei=aAEqUaDHGcXprQfKt4DIBw&usg=AFQjCNGc3W9vNgcTIvyp3uibYgT1Ljdb6Q&bvm=bv.42768644,d.bmk
. Di akses pada : Kamis, 21 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar