PROFESIONAL GURU PJOK
TUGAS M2 KB 2 : Ilmu
Keolahragaan sebagai Disiplin Ilmu
1. Carilah
berbagai sumber tentang syarat suatu ilmu itu untuk dapat berdiri sendiri dan
fokuskan pada ilmu keolahragaan.
2. Salah
satu syarat suatu ilmu dapat berdiri sendiri adalah obyek materi tidak dikaji
oleh bidang ilmu lainnya. Carilah obyek materi bidang ilmu keolahragaan yang
tidak dikaji oleh bidang ilmu lainnya serta utarakan obyek materi yang
dimaksud!
JAWABAN
1.
Syarat-syarat
Ilmu yaitu
aa) Objektif
Objek
kajian harus ada dalam ilmu yang ada dari satu golongan masalah yang sama sifat
hakikatnya, terlihat dari luar maupun bentuknya dari dalamnya. Objeknya juga
bersifat ada, atau mungkin juga ada karena masih harus diuji keberadaannya.
Dalam hal mengkaji sebuah objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni
penyesuaian antara tahu dengan objek, sehingga dapat disebut kebenaran objektif;
bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
bb) Metodis
Metodis
berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang artinya: cara, jalan. Metodis artinya
metode tertentu yang dipakai dan biasanya merujuk kepada sebuah metode ilmiah.
Usaha yang telah dilakukan agar dapat meminimalisasi segala
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam hal yang menyimpang dari hal mencari
sebuah kebenaran. Resiko yang harus di tanggung yakni untuk menjamin kepastian
kebenaran.
cc) Sistematis
Didalam
pengalamannya mencoba menjelaskan dan mengetahui suatu objek, ilmu harus
terumus dan teruraikan di dalam hubungan yang masuk diakal (logis) dan teratur
agar terbentuk suatu sistem yang memiliki keutuhan, menyeluruh, terpadu dalam
segi arti, dan dapat memaparkan sebuah rangkaian sebab akibat menyangkut
tentang objektifnya. Pengetahuan yang dapat tersusun dengan sistematis
merupakan rangkaian sebab akibat dari syarat ilmu yang ketiga.
dd) Universal
Sebuah kebenaran yang
akan dicapai yakni sebuah kebenaran yang universal yang tidak bersifat tertentu
(umum).
Ilmu
Keolahragaan dapat diartikan sebagai pengetahuan yang sistematis dan
terorganisasi tentang fenomena keolahragaan yang dibangun melalui sistem
penelitian ilmiah. Sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri pada hakekatnya
Ilmu Keolahragaan didukung dengan kajian ontologis,
epistemologis, dan aksiologis yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
a)
Kajian ontologis dilakukan untuk menjawab
pertanyaan tentang apa sebenarnya yang menjadi obyek studi ilmu keolahragaan
yang dianggap unik dan tidak dikaji oleh disiplin ilmu lain.
b)
Kajian epistemologis dilakukan untuk
menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara dan sistem kajian yang dipergunakan
untuk mengembangkan ilmu keolahragaan.
c) Kajian
aksiologis dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang apa sebenarnya
nilai-nilaiyang diberikan oleh ilmu keolahragaan bagi kemaslahatan hidup umat
manusia.
Kajian ilmu keolahragaan
menjadi semakin kompleks ketika berbagai aktivitas jasmani tersebut berkorelasi
dan berinteraksi dengan aspek-aspek sosial, budaya, ekonomi, ideologi, politik,
hukum, keamanan, dan ketahanan bangsa.
Relevansi filosofis ini
pada gilirannya mensyaratkan pula komunikasi lintas, inter dan muilti
disipliner ilmu-ilmu terkait dalam upaya menjawab persoalan dan tantangan yang
muncul dari fenomena keolahragaan. Dengan kata lain, proses timbal-balik yang
sinergis antara khasanah keilmuan dan wilayah praksis muncul, dan menjadi
tanggungjawab filsafat untuk mengkritisi, memetakan dan memadukan hal tersebut.
Filsafat ilmu olahraga, dengan titik tekan utama pada tiga dimensi keilmuan ini
- ontologi, epistemologi, akiologi mengeksplorasi ilmu olahraga ini secara
mendalam. Ekstensifikasi dan intensifikasi menjadi permasalahan yang amat
menentukan eksistensi dan perkembangan ilmu keolahragaan lebih jauh dari hasil
eksplorasi ini..
Terdorong oleh rasa ingin
mencari jawaban tepat terhadap pertanyaan: apakah olahraga merupakan ilmu yang
berdiri sendiri? dan sebagai tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya, maka
diselenggarakanlah pertemuan pada tahun 1998 di Surabaya suatu Seminar
Lokakarya Nasional Ilmu Keolahragaan. Seminar ini mampu melahirkan kesepakatan
tentang pendefinisian pengertian olahraga yang dikenal dengan nama Deklarasi
Surabaya 1998 tentang Ilmu Keolahragaan, sebagai jawaban bahwa olahraga
merupakan ilmu yang mandiri. Sebagai ilmu yang mandiri, olahraga harus dapat
memenuhi 3 kriteria: obyek, metode dan pengorganisasian yang khas, dan ini dicakup
dalam paparan tentang ontologi, epistemologi dan aksiologi (Komisi Disiplin
Ilmu Keolahragaan, 2000: l-2, 6).
UNESCO mendefinisikan
olahraga sebagai "setiap aktivitas fisik berupa permainan yang berisikan
perjuangan melawan unsur-unsur alam, orang lain, atau pun diri sendiri".
Sedangkan Dewan Eropa merumuskan olahraga sebagai "aktivitas spontan,
bebas dan dilaksanakan dalam waktu luang". Definisi terakhir ini merupakan
cikal bakal panji olahraga di dunia "Sport for All" dan di Indonesia
tahun 1983, "memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat” (Rusli
dan Sumardianto ,2000: 6).
2.
Obyek
materi bidang ilmu keolahragaan yang tidak dikaji oleh bidang ilmu lainnya.
Prof. Haag dari
Universitas Kiel, Jerman Barat, sejak tahun 1979 membagi ilmu keolahragaan
menjadi tiga kelompok utama, 1) dimensi bidang teori; 2) dimensi kajian; dan 3)
dimensi disiplin olahraga. Dimensi Bidang Teori (Theory Field) dalam ilmu
keolahragaan meliputi tujuh bidang teori (Lutan, Rusli, 1991:24). Ketujuh
bidang teori yang dimaksud meliputi:
11)
Sport medicine
22)
Sport biomechanic
33)
Sport psychology
44)
Sport sociology
55)
Sport pedagogy
66)
Sport history dan
77)
Sport philosophy
Penjelasan
masing-masing bidang teori tersebut, sebagai berikut:
1)
Sport medicine, merupakan bidang teori
dalam olahraga yang mengkaji tentang cara mendiaknosis suatu cedera, cara
pencegahan cedera, cara penanganan cedera, dan rehabilitasi cedera yang dialami
saat berolahraga.
2)
Sport biomechanic, merupakan bidang teori
yang mengkaji tentang gerak tubuh saat melakukan olahraga menggunakan hukum
mekanika dan fisika, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih besar tentang
pelaksanaan gerak pada olahraga, sehingga dapat memperagakan, menggambarkan,
dan mengukur gerakan yang lebih baik. Bidang teori sport biomechanic, juga
memberikan pemahaman tentang aplikasi prinsip-prinsip fisika dalam olahraga,
seperti gerakan, perlawanan, momentum, dan pergesekan.
3)
Sport psychology, merupakan bidang teori
olahraga yang mengkaji tentang psikologi atlet atau pelaku olahraga. Menurut
divisi 47 American Psychological Association, sports psychology meliputi
barisan topik mencangkup motivasi untuk
tetap berusaha dan mencapai sukses, psikologis pertimbangan atau
perhatian dalam cedera olahraga dan rehabilitasi, menasehati teknik atlet,
menafsirkan bakat, latihan ketaatan and menjadi baik, memahami diri berhubungan
dalam menuju keberhasilan, latihan olahraga, pemula dan peningkatan prestasi
serta teknik pengaturan diri (Kendra Cherry, About.com Guide).
4)
Sport sociology, bidang ini mengkaji
tentang sosiologi dalam olahraga yang mencangkup kelakuan atau kebiasaan
manusia, interaksi sosial yang tibul dalam aktifitas fisik, keterlibatan media
dalam perkembangan olahraga. Biasanya tiap jenis olahraga dan juga even
olahraga yang diadakan akan memberikan pengaruh sosial yang berbeda-beda pada
masyarakat dan juga pelakuolahraga itu sendiri.
5)
Sport pedagogy, bidang ini mengkaji
tentang ilmu mendidik dalam olahraga. Mempersiapkan pemahaman dan pengertian
yang tepat dalam aktifitas fisik sesuai dengan perkembangaan peserta didik dan
menggunakan strategi untuk menemukan potensi yang ada pada peseta didik.
6)
Sport history, bidang ini mengkaji tentang
sejarah perkembangan olahrag, sejarah terbentuknya cabang- cabang olahraga yang
ada saat ini, dan sejarah permulaan adanya even pertandingan dan perlombaan di
seluruh dunia.
7)
Sport philosophy, bidang yang ketujuh ini
merupakan salah satu bidang yang mempelajari tentang filsafat olahraga.
Memberikan pemahaman terhadap hakekat dan kebenaran dalam olahraga, sehingga
para pelaku olahraga dapat memanfaatkan, mempelajari, mengajarkan dan
mengembangkan olahraga dengan baik dan benar.
Urutan ketujuh bidang
teori tersebut dipaparkan dalam pengelompokkan yang dianggap logis (Lutan,
Rusli, 2008). Sport medicine dan sport biomechanic olahraga masuk ke dalam
kelompok ilmu pengetahuan alam, sementara sport psychology, sport sociology dan
sport pedagogy tergolong ke dalam ilmu pengetahuan sosial. Sport history dan
Sport philosophy termasuk ke dalam kelompok pengetahuan sejarah dan filsafat.
Sejak tahun 1980, sesuai
dengan tuntutan yang relevan di masyarakat, berkembang lima bidang teori baru
dalam ilmu keolahragaan (Lutan, Rusli, 2008). Kelima bidang teori yang
menunjukkan kemajuan pesat itu meliputi:
1) Sport
information
2) Sport
politics
3) Sport
law
4) Sport
engineering, dan
5) Sport
economy.
Masing-masing terkait dan
bahkan meminjam konsep, ilmu yang sudah mapan yakni information science (ilmu
pengetahuan tentang informasi), political science (ilmu pengetahuan tentang
politik), law (hukum), engineering (teknik mesin) dan economic science (ilmu
pengetahuan tentang ekonomi). Sementara itu juga, telah dikelompokkan bidang
teori yang lebih spesifik yang menjadi jati diri ilmu keolahragaan, bertitik
tolak dari wilayah spesifik yang meliputi faktor gerak (movement), bermain
(play), pelatihan (training), dan pengajaran dalam olahraga (sport instruction) (Lutan, Rusli, 2008).
Dari kelima wilayah spesifik ini lahirlah lima dimensi dari perspektif ilmu dan
teori yakni:
1.
Movement science dan movement theory (ilmu
pengetahuan dan teori gerak)
2.
Play science dan play theory (ilmu
pengetahuan dan teori bermain)
3.
Training science dan training theory (ilmu
pengetahuan dan teori latihan)
4.
Instruction science of sport dan
instruction theory of sport (ilmu pengetahuan dan teori pengajaran/ pedoman)
Dengan demikian semakin
jelas gambaran tentang taksonomi ilmu keolahragaan yang dibangun berdasarkan
sejumlah bidang teori. Kecenderungan ini menunjukkan perkembangan ilmu
keolahragaan ke arah spesialisasi dan fragmentasi.
Gerak
sebagai obyek materi Ilmu Keolahragaan
Karakteristik dari objek
studi Ilmu Keolahragaan adalah fenomena gerak manusia. Fenomena gerak ini dalam
konteks keolahragaan menjadi amat kompleks karena mengandung muatan biologis,
psikologis, dan antropologis. Olahraga adalah bentuk perilaku gerak manusia
yang spesifik. Arah dan tujuan orang berolahraga termasuk waktu dan lokasi
kegiatan dilaksanakan sedemikian beragam. Ini menunjukkan bahwa olahraga
merupakan fenomena yang relevan dengan kehidupan sosial dan ekspresi budaya,
termasuk dalam hal ini kecenderungan khas ideologi, profesi, organisasi,
pendidikan dan sains. Sedangkan sifat universalitas menunjukkan keanekaragaman
olahraga yang dipengaruhi oleh keragaman sosial budaya dan kondisi geografis
yang spesifik (Haag, 1994: 13) Fenomena olahraga hadir di masyarakat dan
terkontrol di bawah restu nilai dan norma, di samping terikat langsung oleh
kapasitas kemampuan biologik (Rusli dan Sumardianto, 2000: 2).
Arah kajian Ilmu
Keolahragaan secara khusus adalah ilmu tentang manusia berkenaan dengan
perilaku gerak insani yang diperagakan dalam
adegan bermain, berolahraga dan berlatih (KDI Keolahragaan, 2000: 7).
Karena itu, esensi dari fokus studi Ilmu Keolahragaan adalah studi dan pendidikan
manusia dalam gerak. Tegasnya, arah kajian Ilmu Keolahragaan adalah gerak
manusia (human movement), sehingga objek formalnya adalah gerak manusia dalam
rangka pembentukan (forming) dan pendidikan (KDI Keolahragaan, 2000: 7).
Perilaku gerak berlangsung dalam hubungan
koordinasi yang amat kompleks namun teratur, cepat, dan halus dari
fungsi-fungsi neuro-fisiologis-anatomis yang menyatu dengan fungsi psikologis,
sesuai ciri-ciri biologis manusia yang mampu memperbarui energi dan
melaksanakan daur ulang, mengatur diri sendiri, beradaptasi, serta kemampuan
mempertahankan keseimbangan atau homeostatis sebagai kata kunci untuk bertahan
hidup. Ternyata gerak yang tampak dalam perilaku merupakan hasil keseluruhan
sistem yang sinkron dan menyatu antara jiwa dan badan yang membentuk satuan
individu sebagai pribadi. Unsur fisik-biologis, biokimia, impuls syaraf
elektronik menyatu dengan unsur mental dan rohaniah. Manusia menggerakkan
dirinya secara sadar melalui pengalaman badaniah sebagai medium mencapai tujuan
tertentu. Dalam konteks pendidikan, khususnya pendidikan jasmani, gerak manusia
inilah yang menjadi medan pergaulan yang bersifat mendidik antara peserta didik
sebagai aktor, dan pendidik sebagai auctor, pengarah sekaligus fasilitator
(Rusli dan Sumardianto, 2000: 1-2).
Hal tersebut selaras dengan
pengertian olahraga itu sendiri yang dipahami sebagai proses pembinaan
sekaligus pembentukan melalui perantaraan raga, aktivitas jasmani, atau
pengalaman jasmaniah (body experience) dalam rangka menumbuhkembangkan potensi
manusia secara menyeluruh menuju kesempurnaan. Jadi Ilmu Keolahragaan adalah
pengetahuan yang sistematis dan terorganisir tentang fenomena keolahragaan yang
dibangun melalui sistem penelitian ilmiah yang diperoleh dari medan-medan
penyelidikan, di mana produk nyatanya tampak dalam batang tubuh pengetahuan
Ilmu Keolahragaan (KDI Keolahragaan, 2000: 8).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar