TUGAS
AKHIR M4 : Tinjauan Olahraga Pada Aspek Sosiologi dan Psikologi
Perkembangan olahraga bergerak
berlandaskan kepada nilai-nilai yang menjadi rujukan masyarakat. Olahraga
berpotensi mempengaruhi lingkungan masyarakat sekitar, sebaliknya masyarakat
juga berpotensi mengubah, membentuk dan mengarahkan perkembangan olahraga.
Fenomena yang terjadi menunjukkan adanya interaksi timbal balik antara
aktivitas olahraga dengan sosial budaya masyarakat baik secara sosial, ekonomi,
politik, pendidikan, dan lain-lain. Beberapa unsur di dalam aktivitas olahraga
juga terdapat pengembang karakter baik, kesetiaan, keperdulian (altruisme),
pengendalian diri “fortitude” (daya tahan atas penderitaan), ketangguhan
mental (mentalalertness), penumbuh rasa patriotisme, dan lain
sebagainya. Persepsi yang tumbuh dan berkembang dalam pemikiran seseorang akan
merefleksikan sejauhmana keterlibatannya dalam aktivitas olahraga. Elemen pokok
yang memungkinkan berlangsungnya proses sosialisasi dalam olahraga terdiri dari
tiga elemen, yaitu: agen sosial, situasi sosial, karakteristik personal.
Tugas:
1.
Uraikan fenomena dinamika pengaruh timbal balik antara aktivitas
olahraga dengan sosial budaya berdasarkan pengamatan saudara terhadap kegiatan
olahraga yang anda ketahui.
2.
Bagaimana mengelola kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani
sehingga nilai-nilai positif berolahraga dapat terpenuhi di dalam kegiatan
belajar.
3.
Uraikan langkah-langkah yang dapat dilakukan agar nilai-nilai
etika dapat terinternalisasi dengan baik pada siswa melalui kegiatan pendidikan
jasmani.
4.
Jelaskan bagaimana karakter personal siswa dapat dibangun melalui
aktivitas berolahraga di dalam pendidikan jasmani.
Jawaban
:
1.
Fenomena dinamika pengaruh
timbal balik antara aktivitas olahraga dengan sosial budaya.
Perkembangan olahraga selalu memainkan
peran dan fungsi dalam budaya dan sosial masyarakat, mulai dari peran atau
fungsi yang sederhana sampai kepada yang tinggi (Frederickson, 1969). Berbagai
pranata budaya didalam kelompok-kelompok masyarakat telah menjadikan olahraga
sebagai alat yang digunakan untuk beragam keperluan yang berbeda-beda. Olahraga
menjadi bagian budaya pranata sosial masyarakat berdasarkan kajian telusuran
sejarah beberapa diantaranya berperan dan berfungsi sebagai, (1) mekanisme
peradilan, (2) wahana inisiasi dan ritus pubertas, (3) wahana untuk memilih
jodoh, (4) wahana untuk mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan, (5) wahana
ritual kepercayaan, (6) cara menunjukan prestise, (7) wahana pendidikan.
Perkembangan
olahraga bergerak berlandaskan kepada nilai-nilai yang menjadi rujukan
masyarakat. Olahraga berpotensi mempengaruhi lingkungan masyarakat sekitar,
sebaliknya masyarakat juga berpotensi mengubah, membentuk dan mengarahkan
perkembangan olahraga. Persepsi yang tumbuh dan berkembang dalam pemikiran
seseorang akan merefleksikan sejauh mana keterlibatannya dalam aktivitas olahraga. Elemen
pokok yang memungkinkan berlangsungnya proses sosialisasi dalam olahraga terdiri dari tiga elemen, yaitu:
a.
agen sosial
b.
situasi
sosial
c.
karakteristik
personal
Olahraga berkembang menjadi satu institusi sosial. Sebagai institusi sosial, olahraga mempunyai
seperangkat sistem kepercayaan yang diterima oleh kelompok komunitas masyarakat olahraga yang meliputi pemain (atlet), pelatih, official, manajemen, pendukung (fans) atau siapun yang berada dalam komunitas
tersebut. Sistem kepercayaan
olahraga dimaksud meliputi bahwa, olahraga mengandung unsur sebagai:
d. pengembang
karakter baik
e. pengembang nilai kesetiaan
f.
pengembang
rasa kepedulian (altruisme)
g. pengembang nilai sosial atau
pengendalian diri
h. pengembang “fortitude” (daya tahan atas penderitaan)
i.
cara
untuk
mempersiapkan atlet menata kehidupan
j.
cara
untuk memberi peluang kemajuan individu
k. cara membina kebugaran jasmani
l.
cara
menghasilkan ketangguhan mental (mental alertness)
m. cara peningkat kemajuan akademik
n. cara pengembang religious
o. cara penumbuh rasa patriotisme.
2.
Mengelola kegiatan pembelajaran
pendidikan jasmani sehingga nilai-nilai positif berolahraga dapat terpenuhi.
Pendidikan Jasmani memainkan peran untuk
mempersatukan warga masyarakat yang berkelompok-kelompok sehingga menyatu dalam
pencapaintujuan secara bersama-sama, yang pada gilirannya akan memperkokoh
persatuan secara menyeluruh. Fungsi integratif dari Pendidikan Jasmani dapat
menjadi perekat bagi warga masyarakat tatanan industri yang semakin
individualistis. Aktivitas jasmani merupakan cara yang digunakan bidang studi
Pendidikan Jasmani dalam mencapai maksud dan tujuan pendidikan. Tinjauan dari
aspek aktivitas jasmaninya terhadap konteks psikologisosial dijelaskan sebagai
berikut, merujuk kepada pendapat Geral S. Kenyon (1969).
Aktivitas jasmani didefinisikan sebagai
gerak besar dari manusia (gross human movement) yang terorganisir bersifat non
manfaat (bukan inti dari pekerjaan). Ciri khusus aktivitas jasmani menjadi
payung terhadap enam subdomain yang sekaligus mewakili nilai dari kegiatan
jasmani tersebut, yaitu: (1) sebagai pengalaman sosial; (2) untuk kesehatan dan
fitness; (3) untuk memperoleh vertigo; (4) sebagai pengalaman estetik; (5)
sebagai katharsis; (6) sebagai self esteem; (7) sebagai pengalaman asketik.
Partisipasi seseorang dalam melakukan
aktivitas jasmani dapat memenuhi kebutuhan sosial tertentu. Aktivitas jasmani
dapat menjadi medium pergaulan sosial (social intercourse), yaitu untuk bertemu
dengan orang-orang baru dan untuk mempercepat atau mempererat hubungan yang
telah ada. Aktivitas olahrga yang dilakukan memberi kesempatan kepada pelakunya
untuk berafiliasi dalam kelompok atau berinteraksi dengan anggota masyarakat
lainnya. Olahraga menjadi medium kepada seseorang untuk mengenal satu sama lain
hingga terjadi pergaulan yang lebih luas.
Aktivitas jasmani mempunyai kapasitas
untuk meningkatkan kesehatan pribadi. Pusat-pusat kebugaran jasmani yang banyak
berdiri saat ini menunjukkan banyak orang yang percaya bahwa kesehatan dapat
diperoleh melalui aktivitas jasmani, sekaligus ini dianggap cara yang efisien
dan menyenangkan.
Vertigo artinya kira-kira hilang kesadaran
untuk mendapatkan sensasi yang menyebabkan orang merasa takut tetapi disaat
bersamaan ada perasaan senang. Orang yang melakukan loncat indah dari tempat
yang sangat tinggi, dalam konteks aktivitas jasmani ini merupakan pengalaman
jasmani yang beresiko tinggi, diahadapkan pada kondisi yang berbahaya tetapi
dilakukan dalam keadaan terkendali.
Aktivitas jasmani dipandang sebagai
pengalaman estetik karena dalam banyak bentuk gerakan-gerakan dalam aktivitas
jasmani mengandung unsur keindahan gerak yang memukau, dan dapat dinikmati.
Gerakan-gerakan indah dimaksud seperti loncat indah, senam, permainan-permainan
beregu dan kegiatan lainnya yang mengandung nilai estetika. Aktivitas jasmani
sebagai katharsis adalah suatu pengurangan ketegangan yang diperoleh dengan
cara menyatakan permusuhan dan agresivitas secara tidak langsung yaitu
menyalurkan permusuhan melalui suatu bentuk yang ekuivalen dengan tingkah laku
agresif. Olahraga kompetitif merupakan outlet sosial yang memuaskan dari
dorongan agresif. Aktivitas jasmani menjadi wahana pengganti yang dapat memberi
penyaluran pelepasan (release) dari ketegangan dan frustasi yang ter-endap.
Aktivitas olahraga yang dilakukan akan memberi kesempatan kepada pelakunya
untuk menunjukkan “keakuan” atau sebagai media pelampiasan keteganggan (Van der
Gogten; dalam De Knop, 1996)
Pengalaman dalam beraktivitas olahraga
memberi peluang kepada pelakunya perassan “mampu”, “mampu melakukan”. Perasaan
mampu ini makna ekspresif dari perasaan sukses atau mandiri yang kemudian
menghasilkan penilaian diri yang positif yang diungkapkan dalam istilah self esteem atau self concept (Sachs, 1984 dalam De Knop. 1996)
Aktivitas jasmani sebagai pengalaman
asketik. Gejala asketikisme biasanya dikaitkan dengan religi, seperti bertapa,
puasa. Tujuannya untuk memperoleh kesempurnaan batin, kesucian, atau tenaga
super natural. Aktivitas jasmani dalam prakteknya terdapat hal seperti ini,
seperti kerelaan atlet menjalani latihan yang berat atau harus melakukan diet
yang ketat demi meraih prestasi yang setinggi-tingginya.
3.
Langkah-langkah yang dapat
dilakukan agar nilai-nilai etika dapat terinternalisasi dengan baik pada siswa
melalui kegiatan pendidikan jasmani.
Sebagai dasar dari
defenisi pendidikan jasmani yang mengatakan bahwa bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan yang sangat jelas bahwa pendidikan jasmani
mempunyai peranan yang sangat sentral didunia pendidikan oleh sebab itu guru
pendidikan jasmani harus mencoba mengajarkan etika dan nilai dalam proses
belajar mengajar, yang mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak.
Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak lepas dari karakter bangsa
Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan oleh setiap
orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan nilai di
sekolah. Menurut Johansyah Lubis (2007) pendidikan nilai di sekolah yang bisa
diangkat yaitu:
1)
Seluruh suasana dan iklim di sekolah
sendiri sebagai lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di
keluarga dan masyarakat luas.
2)
Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari
para pendidik atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang
mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh
pada peserta didik.
3)
Semua pendidik di sekolah, terutama para
guru pendidikan jasmani perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik
secara kurikuler maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya
sikap dan perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam
keluarga, sekolah, maupun dalam masyarakat.
4)
Secara kurikuler pendidikan nilai yang
membentuk sikap dan perilaku positif juga bisa diberikan sebagai mata pelajaran
tersendiri,
5)
Melalui pembinaan rohani siswa, melalui
kegiatan pramuka, olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata, lomba,
kelompok studi, dan teater.
Dalam kegiatan-kegiatan
tersebut para pembina melihat peluang dan kemampuannya menjalin komunikasi
antar pribadi yang cukup mendalam dengan peserta didik (Johansyah Lubis, 2007).
Freeman (2001: 210) dalam buku Physical
Education and Sport in A Changing Society menyarankan 5 area dasar dari
etika yang harus diberikan yaitu : 1) Keadilan dan persamaan, 2) Respek
terhadap diri sendiri. 3) Respek dan pertimbangan terhadap yang lain, 4)
Menghormati peraturan dan kewenangan , 5) Rasa terhadap perspektif atau nilai
relatif. Pendidik jasmani dalam proses pendidikan sebaiknya mengembangkan
karakter, karakter menurut David Shield dan Brenda Bredemeir adalah empat
kebajikan dimana seseorang mempunyai karakter bagus yang menampilkan : compassion (rasa belas kasih), fairness (keadilan), sportsmanship (ketangkasan) dan
integritas. Dengan adanya rasa belas kasih, murid dapat diberi semangat untuk
melihat lawan sebagai kawan dalam permainan, sama-sama bernilai,sama sama patut
menerima penghargaan. Keadilan melibatkan tidak keberpihakan, sama-sama
tanggung jawab. Ketangkasan dalam olahraga melibatkan berusaha secara intens
menuju sukses.
Guru pendidikan jasmani
yang berintegritas adalah yang mampu menunjukkan perilaku yang bertanggung
jawab. dapat membuat program-program olahraga yang menyenangkan tapi bermanfaat
dan mempunyai nilai etika dan moral didalamnya. Dapat menjalin kerjasama yang
baik dengan tenaga pengajar yang lain. komunikasi yang baik dengan para orang
tua murid untuk sama-sama meningkatkan minat belajar anaknya. Dapat mendorong
siswa menjadi siswa yang mempunyai kualitas tidak hanya dalam segi akademik
tapi juga dalam kehidupan sehari-harinya.
Kejujuran merupakan hal
terpenting dalam hidup. Kejujuran harus dipegang dengan teguh karena dapat
dikatakan kejujuran mengikuti kehidupan kita yang hanya satu kali. Sekali kita
diketahui tidak jujur, maka hilanglah kepercayaan orang lain terhadap kita.
Begitupun dengan tenaga pendidik seperti kita. Tenaga pendidik harus bisa
menunjukkan kejujuran dengan menyatakan kebenaran dan bertindak dengan cara
terhormat. Seperti mengikuti kurikulum yang telah ditentukan, mengelola
keuangan sekolah dengan jujur, dan
mengevaluasi siswa sesuai hasil belajar dan ujian siswa. Dengan berpegang teguh
dengan kejujuran, maka siswa akan percaya dan terbuka dengan gurunya. Aktivitas
pembelajaran akan berjalan dengan baik. Siswa yang kesulitan dalam kegiatan
olahraga tidak segan bertanya dan meminta penjelasan dengan gurunya.
Selain kejujuran,
keadilan juga salah satu nilai yang dapat ditanamkan dan diberikan contoh dalam
proses pembelajaran khususnya pembelajaran pendidikan jasmani. Keadilan erat
hubungannya dengan kejujuran. Bagaimana bisa dia berbuat adil jika tidak bisa
jujur dalam proses belajar mengajar. Nilai keadilan disini dapat kita terapkan
dalam pemberian nilai kepada setiap siswa. Dimana kita memang diharapkan
memberikan nilai sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Jangan sampai kita
memberikan ketiadilan yang berakibat adanya siswa yang merasa dirugikan. Dalam
pembelajaran pendidikan jasmani keadilan ini bisa lebih kompleks. Karena dalam
pemberian ujian pendidikan jasmani kita tidak bisa memberikan patokan ujian
yang sama dalam setiap siswa. Contoh dalam ujian lompat tinggi. Kita tidak bisa
mematok ukuran lompatan yang dilalui peserta didik itu sama. Karena setiap
siswa berbeda. Jika ini diberlakukan maka akan merugikan siswa yang mempunyai
ukuran tubuh lebih pendek. Siswa pun akan mengatakan jika gurunya tidak adil
dalam pemberian nilai. Tapi jika sikap adil ini dapat dirasakan oleh setiap
peserta didik dan dirasakan manfaatnya maka peserta didik juga akan berusaha
bersikap demikian. Didalam pikiran mereka akan tertanam bahwa bersikap adil
terhadap sesama akan memberikan manfaat yang besar dalam pergaulan. Dan
sebaliknya bersikap tidak adil terhadap sesama akan mengakibatkan kita dijauhi
dan berkurangnya teman untuk bergaul.
Nilai berikutnya yang
dapat diterapkan dalam nilai etika dan moral dalam pembelajaran penjas adalah
tanggung jawab. Karena guru yang bertanggung jawab adalah guru yang secara
moral bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai seorang pendidik. Guru yang
dapat menciptakan dan mempertahankan situasi belajar yang positif dan fokus
pada pelayanan pemberian pendidikan kepada peserta didik dapat juga dikatakan
guru yang bertanggung jawab. Kepada peserta didik diharapkan dapat membantu
secara optimal pengembangan psikomotorik, kognitif dan kemampuan afektif siswa.
Menunjukkan pentingnya berbagai model yang terkait dengan kesehatan, kebugaran
fisik, gizi yang baik dan penyalahgunaan narkoba merupakan tanggung jawab yang
tidak lepas dari peran aktif guru pendidikan jasmani. Oleh karenanya guru dapat
mendorong siswa untuk mengambil tanggung jawab pribadi dan sosial yang lebih
besar dalam upayanya memperlakukan orang lain. Setiap ada siswa yang gagal
untuk menyelesaikan tugas atau bertingkah, guru dapat menjadikannya sebagai
contoh kepada yang lain untuk dapat bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri,
apakah dia dapat bertanggung jawab untuk menghindari pilihan yang salah dan
membuat pilihan yang benar untuk kebaikannya dimasa mendatang.
Dalam kaitannya dengan
pengajaran moral adalah guru harus mampu membantu siswa dalam menelaah dan
menganalisa mana yang benar dan yang salah. Karena sangat mudah bagi peserta
didik untuk mengatakan “tidak ada aturan yang melarang itu, semua orang lain
juga melakukannya”. Karena sangat penting bagi guru mendidik untuk tidak
merasionalisasikan prinsip perilaku siswa dan menggantinya dengan menggunakan
penalaran moral ketika membuat keputusan. Guru membantu siswa mengajarkan
nilai-nilai moral kejujuran, kepercayaan, keadilan, rasa hormat dan tanggung
jawab.
4.
Karakter personal siswa dapat
dibangun melalui aktivitas berolahraga di dalam pendidikan jasmani.
Ada dua jenis
nilai karakter yang ada dan jelas terlihat dalam aktivitas olahraga yaitu nilai
sosial dan moral. Khas nilai karakter sosial meliputi loyalitas, dedikasi,
pengorbanan, kerja tim, dan kewarganegaraan yang baik. Sementara nilai-nilai
moral yang meliputi kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Nilai-nilai sosial
merupakan aset positif tetapi harus selaras dengan nilai-nilai moral. Seseorang
yang memiliki karakter sosial yang kuat mungkin memiliki karakter moral sedikit
atau tidak ada. Karena olahraga dapat menumbuhkan nilai-nilai sosial,
pengembangan karakter melalui olahraga harus membantu atlet untuk belajar menimbang nilai sosial terhadap nilai
moral dan kemudian bertindak pada nilai
moral. Pengembangan karakter melalui olahraga dapat sistematis atau
nonsistematis dan melibatkan proses formal atau informal. Pendidikan karakter
olahraga terorganisir dapat memberikan pengajaran dan belajar kebiasaan moral
yang baik. Meskipun program pendidikan formal mungkin lebih baik dan pendidikan
informal bertentangan dengan apa yang dianggap benar, baik, dan adil, tetapi
untuk program pendidikan karakter supaya berhasil, atlet membutuhkan keduanya
dan penalaran program, model peran, lingkungan yang mendukung, moral, filosofis
yang kuat, komitmen anggota masyarakat, orang tua, pelatih, guru, siswa,
penguat, dan media.
Model
Pengembangan Karakter Melalui Olahraga
Salah satu metode pembentukan karakter adalah melalui
pembelajaran atau proses berlatih.
Menurut (Selleck, 2003: 36), ada tujuh aksi krusial untuk membimbing
atlet menjadi olahragawan yang berkarakter baik. Tujuh aksi yang dimaksud
meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengetahui
Bagaimana untuk Kalah.
Seorang
guru pendidikan jasmani atau pelatih harus menjelaskan pada siswa atau
atletnya, bahwa dalam sebuah pertandingan itu
harus ada yang menang dan ada yang kalah. Kekalahan bukan akhir
segalanya sebab kekalahan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi, sekaligus
sebagai parameter akan kemampuan diri dan lawan yang dihadapi. Agar seorang
atlet dapat memahami arti kekalahan, yang dilakukan oleh guru atau pelatih
adalah langkah-langkah sebagai berikut. Diskusikan dengan siswa atau atlet
tentang apa yang akan mereka lakukan jika mereka kalah. Jangan izinkan
siswa/atlet menyalahkan kekalahan karena cedera karena teman satu tim atau
karena guru/pelatih. Bantu siswa atau atlet mengenali konsekuensi atas
kesalahan di lapangan. Diskusikan dengan siswa/atlet tentang konsekuensi
kesalahan di lapangan seperti pemberian penalti yang hanya akan merugikan tim.
Bantu siswa/atlet mengendalikan stress dengan lebih baik, terus berupaya dan
terus meningkatkan pengendalian emosi, jangan hanya bicara kemenangan. Dorong
siswa/atlet untuk memberikan pujian kepada musuhnya. Mereka harus selalu ingat
bahwa terkadang lawan dan pelatih mereka menampilkan permainan/unjuk kerja
lebih baik.
2) Memahami
Perbedaan antara Kemenangan dan Kesuksesan.
Sebagian
pelatih percaya, jika Anda menjadi pemenang dalam olahraga, akan mencapai
sukses, dan tidak akan sukses, jika Anda tidak menang. Sosiolog Marty Miller
(dalam Selleck, 2003: 42) menyatakan bahwa kemenangan dan kesuksesan tidak
sama. Sukses adalah usaha, perasaan yang baik, persahabatan, memberi
kontribusi, menambah keterampilan dan memiliki kegembiraan. Sementara
kemenangan atau kegagalan dengan mudah dapat dilihat melalui hasil
pertandingan. Kenyataan menunjukkan bahwa kebanyakan pelatih yang diinginkan
adalah kemenangan. Dalam sebuah pertandingan pelatih sering berkata, di sini
kita hanya untuk satu alasan, yaitu untuk menang, dan jika kamu hanya untuk
bersenang-senang lebih baik kamu pulang saja. Jika ada atlet atau anak baru
selesai beranding, pertanyaan pelatih atau orang tua yang baik adalah tidak
menanyakan apakah tadi kamu menang, melainkan apakah kamu tadi merasa senang dalam
pertandingan, atau apa yang Anda pelajari dari pertandingan tadi? Steffi Graf,
salah satu pemain tenis terbaik dunia, mengatakan pencapaian atas
keberhasilannya itu tidak begitu penting baginya, yang terpenting adalah
bermain dengan baik, dan berbuat yang terbaik di setiap pertandingan. Dengan
demikian, yang dimaksud kemenangan adalah pencapaian hasil dilihat dari siapa
yang menang, sedangkan kesuksesan adalah pencapaian hasil dilihat dari proses
pendidikannya.
Agar
seorang atlet dapat memahami perbedaan antara kemenangan dan kesuksesan, yang
dilakukan oleh guru/pelatih adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut, (a)
Ingatkan pada siswa/atlet bahwa mereka harus berpartisipasi di olahraga adalah
untuk kesenangan berolah raga itu sendiri. (b) jika mereka tidak senang,
guru/pelatih harus berbicara kepada
mereka untuk mencari tahu apakah itu hanya perasaan sementara (mungkin karena
performa yang buruk) atau masalah jangka panjang. (c) guru/pelatih harus selalu mendukung
perasaan mereka dan biarkan mereka tahu bahwa akan mendukung apa pun keputusan
tentang karir olahraganya, (d) Ajari siswa/atlet bahwa bekerja dan berusaha dengan jujur
adalah lebih baik dari kemenangan, (e) Bantu siswa/atlet tentang bagaimana
dapat meningkatkan keterampilan dan sportif dalam setiap permainan, (f)
Ingatkan pada siswa/atlet bahwa orang yang paling sukses melakukan pekerjaan
adalah karena mereka mencintainya bukan karena melihat bayaran yang besar (g)
Hindari memakai pencapaian dengan mengacu pada kakak seniornya atau atlet lain
yang lebih sukses sebagai standar
kesuksesan.
3) Menghormati
Orang Lain.
Setiap
orang yang terlibat dalam olahraga harus saling menghormati dan menghargai.
Menghormati dan menghargai orang lain merupakan bagian penting dalam olahraga.
Dalam olahraga ada wasit, ada atlet dan ada pelaih. Unsur-unsur ini harus
saling menghargai sesuai keputusan dan aturan yang ada. Agar seorang atlet
dapat menghormati orang lain, yang dilakukan oleh guru/pelatih adalah dengan
langkah-langkah sebagai berikut, (a) hindari kebiasaan mengeluh atau
menyalahkan orang lain sebab kebiasaan ini menunjukkan ketidakmampuan
menjalankan peran dan tanggung jawabnya sebagai pemain, (b) hindari tindakan
selebrasi yang berlebihan ketika merayakan kemenangan karena selebrasi yang
berlebihan dapat dianggap mengecilkan kemampuan lawan. Justru yang terpenting
adalah bagaimana menghampiri teman satu tim, karena tanpa teman mungkin Anda
tidak bisa melakukan hal itu, (c) jangan membiarkan siswa/atlet Anda memakai
nama ejekan, dan jangan membiasakan berbicara kasar ketika berbicara pada orang
lain. Biasakan bicara pada siswa/atlet
Anda tentang bagaimana cara yang baik berkomunikasi dengan orang lain,
(d) perlakukan pemain lain dengan rasa hormat. Jangan membiarkan siswa/atlet
Anda berkata tentang hal buruk kepada pelatih lawan, official, atau pun
pemainnya. Jika ada masalah, katakan langsung kepada orangnya dan bicarakan
kepadanya dengan baik-baik, (e) ingat bahwa siswa/atlet Anda punya hak untuk
bermain dan jangan sampai merasa malu
atas komentar anda, (f) jika Anda benar-benar tidak bisa melewati pertandingan
tanpa mempermalukannya, pastikan Anda berada di jarak yang cukup jauh sehingga
komentar Anda tidak dapat didengar, jika tidak mampu menahan lebih baik Anda
meninggalkannya, (g) ajarkan pada siswa/atlet untuk membiasakan berterimakasih
kepada guru/pelatih. Ini adalah bagian dari mengajari siswa/atlet Anda tentang
mengenali dan menghargai apa yang orang lain lakukan terhadapnya.
4) Bekerja
Sama dengan Orang Lain.
Olahraga
merupakan arena kompetisi. Dalam arena kompetisi umumnya dianggap persaingan
satu sama yang lain demi menjadi salah satu sebagai pemenang atau yang kalah.
Meski demikian, dalam olahraga banyak kesempatan bagi individu untuk bekerja
sama satu dengan yang lain. Salah satu yang paling nyata adalah kerjasama satu
tim untuk memenangkan pertandingan. Olahragawan juga berkesempatan untuk
bekerjasama dengan para pejabat, politisi, lawan main, ataupun penonton. Dalam
meningkatkan kerjasama dengan orang lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
brikut. Pastikan siswa/atlet Anda tentang kerjasama seperti apa yang Anda
harapkan darinya. Beri mereka contoh yang jelas seperti “Saya harap kamu
mendukung semua anggota tim bukan hanya teman dekatmu”. Mulailah dengan sistem
reward atau pujian dengan memberikan hadiah karena tingkah laku kerjasama
mereka baik. Contohnya, jika Anda memunyai siswa/atlet pemain bola basket, kamu
dapat menghitung berapa banyak dia mengoper bola, dan ajaklah pergi minum es
krim bersama jika dia dapat mencapai angka besar, misalnya 50 operan bola.
Libatkan pemain dalam menentukan misi umum, mengambil keputusan dan diskusikan
tujuan-tujun yang hendak dicapai dengan berkomunikasi secara terbuka dan
sering. Anjurkan membuat kelompok latihan dengan melibatkan teman yang sulit dan
tidak disukai meskipun ini pekerjaan yang sulit.
5) Tunjukkan
Integritas.
Integritas
adalah seseorang yang jujur, memiliki prinsip yang kuat, dan konsisten terhadap
ketentuan yang ada meskipun terkadang berhadapan dengan pilihan yang sulit,
jauh dari tekanan dan godaan. Diceritakan oleh Seleck (2003: 119-122) ada
pegolf amatir di AS yang bernama Howard tengah berlomba pada kualifikasi
kejuaaraan amatir. Dalam perlomban tersebut diatur bahwa setiap pegolf hanya
diperbolehkan menggunakan satu jenis bola. Ketika dia di lapangan dan dia
mengetahui bahwa bola yang ada di tasnya ada dua jenis bola, apa yang dia
lakukan? Orang berpikiran dia akan mengembalikan ke caddy-nya, ternyata dia
mendiskualifikasi dirinya sendiri. Bagi dia kemenangan tidak sepenting integritas
pribadinya.
Dalam
mengembangkan integritas pada siswa atau atlet dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut. Jangan tanamkan pada siswa atau atlet bahwa kemenangan adalah
segala-galanya. Tanamkan sikap sportif dan menghargai lawan lebih penting daripada
suatu pencapaian. Pentingkan kejujuran sebagai sebuah nilai dalam keluargamu.
Beriakan contoh dari kejujuran dan kebenaran. Jangan pernah minta siswa/atlet
Anda untuk berbohong. Biarkan siswa atau atlet Anda melihatmu melakukan kejujuran. Lakukan kesalahan
dan biarkan siswa atau atlet Anda melihat bagaimana anda memperbaikinya. Dalam
olahraga mudah diketahui mana yang salah dan mana yang benar. Bantulah siswa
atau atlet Anda mengapresiasi dan menghargai peraturan pertandingan yang ada.
Ingatkan siswa atau atlet anda bahwa kemenengan diperoleh jika peraturan yang
ada diikuti dengan baik. Tekankan pada siswa/atlet Anda jangan berlaku kasar
yang cenderung mencelakai lawan karena dapat menimbulkan luka serius bagi lawan
atau bagi Ada sendiri.
6) Tunjukkan Rasa Percaya Diri
Atlet
yang memiliki rasa percaya diri (self confidence) yang baik percaya bahwa
dirinya akan mampu menampilkan kinerja olahraga seperti yang diharapkan
(Weinberg & Gould, 2007:324). Rasa percaya diri akan membawa seseorang
dapat, (a) membangkitkan dan mengendalikan emosi positif (b) lebih mudah berkonsentrasi pada aktivitas
yang dijalani, (c) tidak mudah patah semangat atau frustasi dalam berupaya
mencapai cita-cita, (d) cenderung mengembangkan berbagai strategi untuk
memperoleh hasil kerjanya dan berani mengambil resiko atas strategi yang
dipilihnya.
Untuk
mengembangkan rasa percaya diri pada siswa/atlet dapat dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut, (a) sebisa mungkin biarkan siswa/atlet menentukan keputusan mereka sendiri, (b)
bantulah siswa/atlet meningkatkan
kompetensi olahraga mereka. Habiskan waktu berlatih dengan mereka, (c) dukung
siswa/atlet baik dalam sebuah tim atau
tidak masuk tim, (d) ekspresikan kepercayaan diri pada siswa/atlet, berikan
mereka banyak feedback yang positif, (e) ajari siswa/atlet bagaimana
menggambarkan sesuatu, yaitu gambaraan tentang penampilan mereka sendiri dikala
sukses dalam situasi apa pun, (f) setiap siwa/atlet diminta merasakan dan
menghayati penampilan yang terbaik sesuai kemampuan yang dimiliki.
Agar
perasaan berhasil ini dapat dicapai seorang atlet sebaiknya mengembangkan
harapan yang tidak terlalu berlebihan dan mendekati realitas kemampuan yang
dimilikinya. Namun, harapan ini secara bertahap hendaklah senantiasa semakin meningkat, (g) berikan apresiasi atas
apa yang dilakukan atlet secara wajar terutama bila dapat memeragakan suatu keterampilan yang
sesuai dengan harapan, berikan kesempatan pada siswa/atlet belajar dengan model
yang diberikan lewat media audio visual, (h) berikan persuasi verbal, yaitu
pernyataan yang membesarkan hati atlet, bisa berasal dari pelatih, pembina, orangtua, atau bahkan
dari diri atlet yang bersangkutan. Pada situasi demikian, guru/pelatih
seyogyanya menghindari tindakan mencela dan berusaha memberikan pernyatan yang
bernada positif.
7) Memberikan
Kembali (Giving Back).
Memberikan
kembali mempunyai maksud setelah olahragawan berhenti sebagai atlet yang masih
aktif hendaknya tetap melayani masyarakat. Olahragawan yang sudah masuk usia
pensiun terkadang menghilang dari pemberitaan dan tergusur leh atlet yang lebih
muda. Untuk menghindari kenyataan ini, dianjurkan para mantan olahragawan bisa
mendorong anak-anak di sekitarnya untuk mengembangkan bakat mereka untuk
mendukung kegiatan sekolah dan masyarakat.
Dalam
mengembangkan sikap giving back pada siswa atau atlet dapat dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut, (a) diskusikanlah dengan siswa/atlet tentang
pentingnya “giving back”. Tanyakan pada mereka bagaimana mereka dapat berguna
bagi anggota keluarga yang lain, tetangga, orang-orang disekolah, teman bermain
dan kalangan olahraga lainnya dan masyarakat pada umumnya, (b) diskusikan
dengan siswa/atlet tentang pentingnya kualitas seluruh pengalaman olahraga
daripada menang atau kalah, (c) bantulah siswa/atlet menentukan tujuan daripada
kemenangan. Memang kemenangan bisa menjadi sebuah tujuan, tetapi mereka harus
memeliki tujuan seperti kegembiraan atau berkerja untuk tim. Itulah mengapa,
mereka dapat berkata bahwa mereka tidak menang, tetapi mencapai tujuan mereka.,
(d) dukung siswa/atlet untuk give back kepada yang lainnya dengan cara
mengajari orang lain kemampuan berolahraga atau kemampuan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar