Senin, 27 Agustus 2018

Tinjauan Olahraga Pada Aspek Sosiologi dan Psikologi


TUGAS AKHIR M4  : Tinjauan Olahraga Pada Aspek Sosiologi dan Psikologi
Perkembangan olahraga bergerak berlandaskan kepada nilai-nilai yang menjadi rujukan masyarakat. Olahraga berpotensi mempengaruhi lingkungan masyarakat sekitar, sebaliknya masyarakat juga berpotensi mengubah, membentuk dan mengarahkan perkembangan olahraga. Fenomena yang terjadi menunjukkan adanya interaksi timbal balik antara aktivitas olahraga dengan sosial budaya masyarakat baik secara sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan lain-lain. Beberapa unsur di dalam aktivitas olahraga juga terdapat pengembang karakter baik,  kesetiaan, keperdulian (altruisme), pengendalian diri “fortitude” (daya tahan atas penderitaan), ketangguhan mental (mentalalertness), penumbuh rasa patriotisme, dan lain sebagainya. Persepsi yang tumbuh dan berkembang dalam pemikiran seseorang akan merefleksikan sejauhmana keterlibatannya dalam aktivitas olahraga. Elemen pokok yang memungkinkan berlangsungnya proses sosialisasi dalam olahraga terdiri dari tiga elemen, yaitu:  agen sosial, situasi sosial, karakteristik personal.
Tugas:
1.      Uraikan fenomena dinamika pengaruh timbal balik antara aktivitas olahraga dengan sosial budaya berdasarkan pengamatan saudara terhadap kegiatan olahraga yang anda ketahui.
2.      Bagaimana mengelola kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani sehingga nilai-nilai positif berolahraga dapat terpenuhi di dalam kegiatan belajar.
3.      Uraikan langkah-langkah yang dapat dilakukan agar nilai-nilai etika dapat terinternalisasi dengan baik pada siswa melalui kegiatan pendidikan jasmani.
4.      Jelaskan bagaimana karakter personal siswa dapat dibangun melalui aktivitas berolahraga di dalam pendidikan jasmani.






Jawaban :
1.      Fenomena dinamika pengaruh timbal balik antara aktivitas olahraga dengan sosial budaya.
Perkembangan olahraga selalu memainkan peran dan fungsi dalam budaya dan sosial masyarakat, mulai dari peran atau fungsi yang sederhana sampai kepada yang tinggi (Frederickson, 1969). Berbagai pranata budaya didalam kelompok-kelompok masyarakat telah menjadikan olahraga sebagai alat yang digunakan untuk beragam keperluan yang berbeda-beda. Olahraga menjadi bagian budaya pranata sosial masyarakat berdasarkan kajian telusuran sejarah beberapa diantaranya berperan dan berfungsi sebagai, (1) mekanisme peradilan, (2) wahana inisiasi dan ritus pubertas, (3) wahana untuk memilih jodoh, (4) wahana untuk mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan, (5) wahana ritual kepercayaan, (6) cara menunjukan prestise, (7) wahana pendidikan. 
Perkembangan olahraga bergerak berlandaskan kepada nilai-nilai yang menjadi rujukan masyarakat. Olahraga berpotensi mempengaruhi lingkungan masyarakat sekitar, sebaliknya masyarakat juga berpotensi mengubah, membentuk dan mengarahkan perkembangan olahraga. Persepsi yang tumbuh dan berkembang dalam pemikiran seseorang akan merefleksikan sejauh mana keterlibatannya dalam aktivitas olahraga. Elemen pokok yang memungkinkan berlangsungnya proses sosialisasi dalam olahraga terdiri dari tiga elemen, yaitu:
a.        agen sosial
b.      situasi sosial
c.       karakteristik personal
Olahraga berkembang menjadi satu institusi sosial. Sebagai institusi sosial, olahraga mempunyai seperangkat sistem kepercayaan yang diterima oleh kelompok komunitas masyarakat olahraga yang meliputi pemain (atlet), pelatih, official, manajemen, pendukung (fans) atau siapun yang berada dalam komunitas tersebut. Sistem kepercayaan olahraga dimaksud meliputi bahwa, olahraga mengandung unsur sebagai:
d.      pengembang karakter baik
e.       pengembang nilai kesetiaan
f.        pengembang rasa kepedulian (altruisme)
g.      pengembang nilai sosial atau pengendalian diri
h.      pengembangfortitude” (daya tahan atas penderitaan)
i.        cara untuk mempersiapkan atlet menata kehidupan
j.        cara untuk memberi peluang kemajuan individu
k.      cara membina kebugaran jasmani
l.        cara menghasilkan ketangguhan mental (mental alertness)
m.    cara peningkat kemajuan akademik
n.      cara pengembang religious
o.      cara penumbuh rasa patriotisme.

2.      Mengelola kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani sehingga nilai-nilai positif berolahraga dapat terpenuhi.
Pendidikan Jasmani memainkan peran untuk mempersatukan warga masyarakat yang berkelompok-kelompok sehingga menyatu dalam pencapaintujuan secara bersama-sama, yang pada gilirannya akan memperkokoh persatuan secara menyeluruh. Fungsi integratif dari Pendidikan Jasmani dapat menjadi perekat bagi warga masyarakat tatanan industri yang semakin individualistis. Aktivitas jasmani merupakan cara yang digunakan bidang studi Pendidikan Jasmani dalam mencapai maksud dan tujuan pendidikan. Tinjauan dari aspek aktivitas jasmaninya terhadap konteks psikologisosial dijelaskan sebagai berikut, merujuk kepada pendapat Geral S. Kenyon (1969).
Aktivitas jasmani didefinisikan sebagai gerak besar dari manusia (gross human movement) yang terorganisir bersifat non manfaat (bukan inti dari pekerjaan). Ciri khusus aktivitas jasmani menjadi payung terhadap enam subdomain yang sekaligus mewakili nilai dari kegiatan jasmani tersebut, yaitu: (1) sebagai pengalaman sosial; (2) untuk kesehatan dan fitness; (3) untuk memperoleh vertigo; (4) sebagai pengalaman estetik; (5) sebagai katharsis; (6) sebagai self esteem; (7) sebagai pengalaman asketik.
Partisipasi seseorang dalam melakukan aktivitas jasmani dapat memenuhi kebutuhan sosial tertentu. Aktivitas jasmani dapat menjadi medium pergaulan sosial (social intercourse), yaitu untuk bertemu dengan orang-orang baru dan untuk mempercepat atau mempererat hubungan yang telah ada. Aktivitas olahrga yang dilakukan memberi kesempatan kepada pelakunya untuk berafiliasi dalam kelompok atau berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya. Olahraga menjadi medium kepada seseorang untuk mengenal satu sama lain hingga terjadi pergaulan yang lebih luas.
Aktivitas jasmani mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kesehatan pribadi. Pusat-pusat kebugaran jasmani yang banyak berdiri saat ini menunjukkan banyak orang yang percaya bahwa kesehatan dapat diperoleh melalui aktivitas jasmani, sekaligus ini dianggap cara yang efisien dan menyenangkan.
Vertigo artinya kira-kira hilang kesadaran untuk mendapatkan sensasi yang menyebabkan orang merasa takut tetapi disaat bersamaan ada perasaan senang. Orang yang melakukan loncat indah dari tempat yang sangat tinggi, dalam konteks aktivitas jasmani ini merupakan pengalaman jasmani yang beresiko tinggi, diahadapkan pada kondisi yang berbahaya tetapi dilakukan dalam keadaan terkendali.
Aktivitas jasmani dipandang sebagai pengalaman estetik karena dalam banyak bentuk gerakan-gerakan dalam aktivitas jasmani mengandung unsur keindahan gerak yang memukau, dan dapat dinikmati. Gerakan-gerakan indah dimaksud seperti loncat indah, senam, permainan-permainan beregu dan kegiatan lainnya yang mengandung nilai estetika. Aktivitas jasmani sebagai katharsis adalah suatu pengurangan ketegangan yang diperoleh dengan cara menyatakan permusuhan dan agresivitas secara tidak langsung yaitu menyalurkan permusuhan melalui suatu bentuk yang ekuivalen dengan tingkah laku agresif. Olahraga kompetitif merupakan outlet sosial yang memuaskan dari dorongan agresif. Aktivitas jasmani menjadi wahana pengganti yang dapat memberi penyaluran pelepasan (release) dari ketegangan dan frustasi yang ter-endap. Aktivitas olahraga yang dilakukan akan memberi kesempatan kepada pelakunya untuk menunjukkan “keakuan” atau sebagai media pelampiasan keteganggan (Van der Gogten; dalam De Knop, 1996)
Pengalaman dalam beraktivitas olahraga memberi peluang kepada pelakunya perassan “mampu”, “mampu melakukan”. Perasaan mampu ini makna ekspresif dari perasaan sukses atau mandiri yang kemudian menghasilkan penilaian diri yang positif yang diungkapkan dalam istilah self esteem atau self concept (Sachs, 1984 dalam De Knop. 1996) 
Aktivitas jasmani sebagai pengalaman asketik. Gejala asketikisme biasanya dikaitkan dengan religi, seperti bertapa, puasa. Tujuannya untuk memperoleh kesempurnaan batin, kesucian, atau tenaga super natural. Aktivitas jasmani dalam prakteknya terdapat hal seperti ini, seperti kerelaan atlet menjalani latihan yang berat atau harus melakukan diet yang ketat demi meraih prestasi yang setinggi-tingginya.
3.      Langkah-langkah yang dapat dilakukan agar nilai-nilai etika dapat terinternalisasi dengan baik pada siswa melalui kegiatan pendidikan jasmani.
Sebagai dasar dari defenisi pendidikan jasmani yang mengatakan bahwa bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan yang sangat jelas bahwa pendidikan jasmani mempunyai peranan yang sangat sentral didunia pendidikan oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus mencoba mengajarkan etika dan nilai dalam proses belajar mengajar, yang mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak. Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak lepas dari karakter bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan nilai di sekolah. Menurut Johansyah Lubis (2007) pendidikan nilai di sekolah yang bisa diangkat yaitu:
1)      Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendiri sebagai lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di keluarga dan masyarakat luas.
2)      Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh pada peserta didik.
3)      Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan jasmani perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik secara kurikuler maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga, sekolah, maupun dalam masyarakat.
4)      Secara kurikuler pendidikan nilai yang membentuk sikap dan perilaku positif juga bisa diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri,
5)      Melalui pembinaan rohani siswa, melalui kegiatan pramuka, olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata, lomba, kelompok studi, dan teater.
Dalam kegiatan-kegiatan tersebut para pembina melihat peluang dan kemampuannya menjalin komunikasi antar pribadi yang cukup mendalam dengan peserta didik (Johansyah Lubis, 2007). Freeman (2001: 210) dalam buku Physical Education and Sport in A Changing Society menyarankan 5 area dasar dari etika yang harus diberikan yaitu : 1) Keadilan dan persamaan, 2) Respek terhadap diri sendiri. 3) Respek dan pertimbangan terhadap yang lain, 4) Menghormati peraturan dan kewenangan , 5) Rasa terhadap perspektif atau nilai relatif. Pendidik jasmani dalam proses pendidikan sebaiknya mengembangkan karakter, karakter menurut David Shield dan Brenda Bredemeir adalah empat kebajikan dimana seseorang mempunyai karakter bagus yang menampilkan : compassion (rasa belas kasih), fairness (keadilan), sportsmanship (ketangkasan) dan integritas. Dengan adanya rasa belas kasih, murid dapat diberi semangat untuk melihat lawan sebagai kawan dalam permainan, sama-sama bernilai,sama sama patut menerima penghargaan. Keadilan melibatkan tidak keberpihakan, sama-sama tanggung jawab. Ketangkasan dalam olahraga melibatkan berusaha secara intens menuju sukses.
Guru pendidikan jasmani yang berintegritas adalah yang mampu menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab. dapat membuat program-program olahraga yang menyenangkan tapi bermanfaat dan mempunyai nilai etika dan moral didalamnya. Dapat menjalin kerjasama yang baik dengan tenaga pengajar yang lain. komunikasi yang baik dengan para orang tua murid untuk sama-sama meningkatkan minat belajar anaknya. Dapat mendorong siswa menjadi siswa yang mempunyai kualitas tidak hanya dalam segi akademik tapi juga dalam kehidupan sehari-harinya.
Kejujuran merupakan hal terpenting dalam hidup. Kejujuran harus dipegang dengan teguh karena dapat dikatakan kejujuran mengikuti kehidupan kita yang hanya satu kali. Sekali kita diketahui tidak jujur, maka hilanglah kepercayaan orang lain terhadap kita. Begitupun dengan tenaga pendidik seperti kita. Tenaga pendidik harus bisa menunjukkan kejujuran dengan menyatakan kebenaran dan bertindak dengan cara terhormat. Seperti mengikuti kurikulum yang telah ditentukan, mengelola keuangan sekolah dengan jujur,  dan mengevaluasi siswa sesuai hasil belajar dan ujian siswa. Dengan berpegang teguh dengan kejujuran, maka siswa akan percaya dan terbuka dengan gurunya. Aktivitas pembelajaran akan berjalan dengan baik. Siswa yang kesulitan dalam kegiatan olahraga tidak segan bertanya dan meminta penjelasan dengan gurunya.
Selain kejujuran, keadilan juga salah satu nilai yang dapat ditanamkan dan diberikan contoh dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran pendidikan jasmani. Keadilan erat hubungannya dengan kejujuran. Bagaimana bisa dia berbuat adil jika tidak bisa jujur dalam proses belajar mengajar. Nilai keadilan disini dapat kita terapkan dalam pemberian nilai kepada setiap siswa. Dimana kita memang diharapkan memberikan nilai sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Jangan sampai kita memberikan ketiadilan yang berakibat adanya siswa yang merasa dirugikan. Dalam pembelajaran pendidikan jasmani keadilan ini bisa lebih kompleks. Karena dalam pemberian ujian pendidikan jasmani kita tidak bisa memberikan patokan ujian yang sama dalam setiap siswa. Contoh dalam ujian lompat tinggi. Kita tidak bisa mematok ukuran lompatan yang dilalui peserta didik itu sama. Karena setiap siswa berbeda. Jika ini diberlakukan maka akan merugikan siswa yang mempunyai ukuran tubuh lebih pendek. Siswa pun akan mengatakan jika gurunya tidak adil dalam pemberian nilai. Tapi jika sikap adil ini dapat dirasakan oleh setiap peserta didik dan dirasakan manfaatnya maka peserta didik juga akan berusaha bersikap demikian. Didalam pikiran mereka akan tertanam bahwa bersikap adil terhadap sesama akan memberikan manfaat yang besar dalam pergaulan. Dan sebaliknya bersikap tidak adil terhadap sesama akan mengakibatkan kita dijauhi dan berkurangnya teman untuk bergaul.
Nilai berikutnya yang dapat diterapkan dalam nilai etika dan moral dalam pembelajaran penjas adalah tanggung jawab. Karena guru yang bertanggung jawab adalah guru yang secara moral bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai seorang pendidik. Guru yang dapat menciptakan dan mempertahankan situasi belajar yang positif dan fokus pada pelayanan pemberian pendidikan kepada peserta didik dapat juga dikatakan guru yang bertanggung jawab. Kepada peserta didik diharapkan dapat membantu secara optimal pengembangan psikomotorik, kognitif dan kemampuan afektif siswa. Menunjukkan pentingnya berbagai model yang terkait dengan kesehatan, kebugaran fisik, gizi yang baik dan penyalahgunaan narkoba merupakan tanggung jawab yang tidak lepas dari peran aktif guru pendidikan jasmani. Oleh karenanya guru dapat mendorong siswa untuk mengambil tanggung jawab pribadi dan sosial yang lebih besar dalam upayanya memperlakukan orang lain. Setiap ada siswa yang gagal untuk menyelesaikan tugas atau bertingkah, guru dapat menjadikannya sebagai contoh kepada yang lain untuk dapat bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, apakah dia dapat bertanggung jawab untuk menghindari pilihan yang salah dan membuat pilihan yang benar untuk kebaikannya dimasa mendatang.
Dalam kaitannya dengan pengajaran moral adalah guru harus mampu membantu siswa dalam menelaah dan menganalisa mana yang benar dan yang salah. Karena sangat mudah bagi peserta didik untuk mengatakan “tidak ada aturan yang melarang itu, semua orang lain juga melakukannya”. Karena sangat penting bagi guru mendidik untuk tidak merasionalisasikan prinsip perilaku siswa dan menggantinya dengan menggunakan penalaran moral ketika membuat keputusan. Guru membantu siswa mengajarkan nilai-nilai moral kejujuran, kepercayaan, keadilan, rasa hormat dan tanggung jawab.

4.      Karakter personal siswa dapat dibangun melalui aktivitas berolahraga di dalam pendidikan jasmani.
Ada dua jenis nilai karakter yang ada dan jelas terlihat dalam aktivitas olahraga yaitu nilai sosial dan moral. Khas nilai karakter sosial meliputi loyalitas, dedikasi, pengorbanan, kerja tim, dan kewarganegaraan yang baik. Sementara nilai-nilai moral yang meliputi kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Nilai-nilai sosial merupakan aset positif tetapi harus selaras dengan nilai-nilai moral. Seseorang yang memiliki karakter sosial yang kuat mungkin memiliki karakter moral sedikit atau tidak ada. Karena olahraga dapat menumbuhkan nilai-nilai sosial, pengembangan karakter melalui olahraga harus membantu atlet untuk  belajar menimbang nilai sosial terhadap nilai moral dan kemudian bertindak pada  nilai moral. Pengembangan karakter melalui olahraga dapat sistematis atau nonsistematis dan melibatkan proses formal atau informal. Pendidikan karakter olahraga terorganisir dapat memberikan pengajaran dan belajar kebiasaan moral yang baik. Meskipun program pendidikan formal mungkin lebih baik dan pendidikan informal bertentangan dengan apa yang dianggap benar, baik, dan adil, tetapi untuk program pendidikan karakter supaya berhasil, atlet membutuhkan keduanya dan penalaran program, model peran, lingkungan yang mendukung, moral, filosofis yang kuat, komitmen anggota masyarakat, orang tua, pelatih, guru, siswa, penguat, dan media.

Model Pengembangan Karakter Melalui Olahraga
Salah satu  metode pembentukan karakter adalah melalui pembelajaran atau proses berlatih.  Menurut (Selleck, 2003: 36), ada tujuh aksi krusial untuk membimbing atlet menjadi olahragawan yang berkarakter baik. Tujuh aksi yang dimaksud meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Mengetahui Bagaimana untuk Kalah.
Seorang guru pendidikan jasmani atau pelatih harus menjelaskan pada siswa atau atletnya, bahwa dalam sebuah pertandingan itu  harus ada yang menang dan ada yang kalah. Kekalahan bukan akhir segalanya sebab kekalahan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi, sekaligus sebagai parameter akan kemampuan diri dan lawan yang dihadapi. Agar seorang atlet dapat memahami arti kekalahan, yang dilakukan oleh guru atau pelatih adalah langkah-langkah sebagai berikut. Diskusikan dengan siswa atau atlet tentang apa yang akan mereka lakukan jika mereka kalah. Jangan izinkan siswa/atlet menyalahkan kekalahan karena cedera karena teman satu tim atau karena guru/pelatih. Bantu siswa atau atlet mengenali konsekuensi atas kesalahan di lapangan. Diskusikan dengan siswa/atlet tentang konsekuensi kesalahan di lapangan seperti pemberian penalti yang hanya akan merugikan tim. Bantu siswa/atlet mengendalikan stress dengan lebih baik, terus berupaya dan terus meningkatkan pengendalian emosi, jangan hanya bicara kemenangan. Dorong siswa/atlet untuk memberikan pujian kepada musuhnya. Mereka harus selalu ingat bahwa terkadang lawan dan pelatih mereka menampilkan permainan/unjuk kerja lebih baik.
2)      Memahami Perbedaan antara Kemenangan dan Kesuksesan.
Sebagian pelatih percaya, jika Anda menjadi pemenang dalam olahraga, akan mencapai sukses, dan tidak akan sukses, jika Anda tidak menang. Sosiolog Marty Miller (dalam Selleck, 2003: 42) menyatakan bahwa kemenangan dan kesuksesan tidak sama. Sukses adalah usaha, perasaan yang baik, persahabatan, memberi kontribusi, menambah keterampilan dan memiliki kegembiraan. Sementara kemenangan atau kegagalan dengan mudah dapat dilihat melalui hasil pertandingan. Kenyataan menunjukkan bahwa kebanyakan pelatih yang diinginkan adalah kemenangan. Dalam sebuah pertandingan pelatih sering berkata, di sini kita hanya untuk satu alasan, yaitu untuk menang, dan jika kamu hanya untuk bersenang-senang lebih baik kamu pulang saja. Jika ada atlet atau anak baru selesai beranding, pertanyaan pelatih atau orang tua yang baik adalah tidak menanyakan apakah tadi kamu menang, melainkan apakah kamu tadi merasa senang dalam pertandingan, atau apa yang Anda pelajari dari pertandingan tadi? Steffi Graf, salah satu pemain tenis terbaik dunia, mengatakan pencapaian atas keberhasilannya itu tidak begitu penting baginya, yang terpenting adalah bermain dengan baik, dan berbuat yang terbaik di setiap pertandingan. Dengan demikian, yang dimaksud kemenangan adalah pencapaian hasil dilihat dari siapa yang menang, sedangkan kesuksesan adalah pencapaian hasil dilihat dari proses pendidikannya.
Agar seorang atlet dapat memahami perbedaan antara kemenangan dan kesuksesan, yang dilakukan oleh guru/pelatih adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut, (a) Ingatkan pada siswa/atlet bahwa mereka harus berpartisipasi di olahraga adalah untuk kesenangan berolah raga itu sendiri. (b) jika mereka tidak senang, guru/pelatih  harus berbicara kepada mereka untuk mencari tahu apakah itu hanya perasaan sementara (mungkin karena performa yang buruk) atau masalah jangka panjang.  (c) guru/pelatih harus selalu mendukung perasaan mereka dan biarkan mereka tahu bahwa akan mendukung apa pun keputusan tentang karir olahraganya, (d) Ajari siswa/atlet  bahwa bekerja dan berusaha dengan jujur adalah lebih baik dari kemenangan, (e) Bantu siswa/atlet tentang bagaimana dapat meningkatkan keterampilan dan sportif dalam setiap permainan, (f) Ingatkan pada siswa/atlet bahwa orang yang paling sukses melakukan pekerjaan adalah karena mereka mencintainya bukan karena melihat bayaran yang besar (g) Hindari memakai pencapaian dengan mengacu pada kakak seniornya atau atlet lain yang lebih sukses  sebagai standar kesuksesan.
3)      Menghormati Orang Lain.
Setiap orang yang terlibat dalam olahraga harus saling menghormati dan menghargai. Menghormati dan menghargai orang lain merupakan bagian penting dalam olahraga. Dalam olahraga ada wasit, ada atlet dan ada pelaih. Unsur-unsur ini harus saling menghargai sesuai keputusan dan aturan yang ada. Agar seorang atlet dapat menghormati orang lain, yang dilakukan oleh guru/pelatih adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut, (a) hindari kebiasaan mengeluh atau menyalahkan orang lain sebab kebiasaan ini menunjukkan ketidakmampuan menjalankan peran dan tanggung jawabnya sebagai pemain, (b) hindari tindakan selebrasi yang berlebihan ketika merayakan kemenangan karena selebrasi yang berlebihan dapat dianggap mengecilkan kemampuan lawan. Justru yang terpenting adalah bagaimana menghampiri teman satu tim, karena tanpa teman mungkin Anda tidak bisa melakukan hal itu, (c) jangan membiarkan siswa/atlet Anda memakai nama ejekan, dan jangan membiasakan berbicara kasar ketika berbicara pada orang lain. Biasakan bicara pada siswa/atlet  Anda tentang bagaimana cara yang baik berkomunikasi dengan orang lain, (d) perlakukan pemain lain dengan rasa hormat. Jangan membiarkan siswa/atlet Anda berkata tentang hal buruk kepada pelatih lawan, official, atau pun pemainnya. Jika ada masalah, katakan langsung kepada orangnya dan bicarakan kepadanya dengan baik-baik, (e) ingat bahwa siswa/atlet Anda punya hak untuk bermain dan jangan sampai merasa  malu atas komentar anda, (f) jika Anda benar-benar tidak bisa melewati pertandingan tanpa mempermalukannya, pastikan Anda berada di jarak yang cukup jauh sehingga komentar Anda tidak dapat didengar, jika tidak mampu menahan lebih baik Anda meninggalkannya, (g) ajarkan pada siswa/atlet untuk membiasakan berterimakasih kepada guru/pelatih. Ini adalah bagian dari mengajari siswa/atlet Anda tentang mengenali dan menghargai apa yang orang lain lakukan terhadapnya.
4)      Bekerja Sama dengan Orang Lain.
Olahraga merupakan arena kompetisi. Dalam arena kompetisi umumnya dianggap persaingan satu sama yang lain demi menjadi salah satu sebagai pemenang atau yang kalah. Meski demikian, dalam olahraga banyak kesempatan bagi individu untuk bekerja sama satu dengan yang lain. Salah satu yang paling nyata adalah kerjasama satu tim untuk memenangkan pertandingan. Olahragawan juga berkesempatan untuk bekerjasama dengan para pejabat, politisi, lawan main, ataupun penonton. Dalam meningkatkan kerjasama dengan orang lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai brikut. Pastikan siswa/atlet Anda tentang kerjasama seperti apa yang Anda harapkan darinya. Beri mereka contoh yang jelas seperti “Saya harap kamu mendukung semua anggota tim bukan hanya teman dekatmu”. Mulailah dengan sistem reward atau pujian dengan memberikan hadiah karena tingkah laku kerjasama mereka baik. Contohnya, jika Anda memunyai siswa/atlet pemain bola basket, kamu dapat menghitung berapa banyak dia mengoper bola, dan ajaklah pergi minum es krim bersama jika dia dapat mencapai angka besar, misalnya 50 operan bola. Libatkan pemain dalam menentukan misi umum, mengambil keputusan dan diskusikan tujuan-tujun yang hendak dicapai dengan berkomunikasi secara terbuka dan sering. Anjurkan membuat kelompok latihan dengan melibatkan teman yang sulit dan tidak disukai meskipun ini pekerjaan yang sulit.
5)      Tunjukkan Integritas.
Integritas adalah seseorang yang jujur, memiliki prinsip yang kuat, dan konsisten terhadap ketentuan yang ada meskipun terkadang berhadapan dengan pilihan yang sulit, jauh dari tekanan dan godaan. Diceritakan oleh Seleck (2003: 119-122) ada pegolf amatir di AS yang bernama Howard tengah berlomba pada kualifikasi kejuaaraan amatir. Dalam perlomban tersebut diatur bahwa setiap pegolf hanya diperbolehkan menggunakan satu jenis bola. Ketika dia di lapangan dan dia mengetahui bahwa bola yang ada di tasnya ada dua jenis bola, apa yang dia lakukan? Orang berpikiran dia akan mengembalikan ke caddy-nya, ternyata dia mendiskualifikasi dirinya sendiri. Bagi dia kemenangan tidak sepenting integritas pribadinya.
Dalam mengembangkan integritas pada siswa atau atlet dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut. Jangan tanamkan pada siswa atau atlet bahwa kemenangan adalah segala-galanya. Tanamkan sikap sportif dan menghargai lawan lebih penting daripada suatu pencapaian. Pentingkan kejujuran sebagai sebuah nilai dalam keluargamu. Beriakan contoh dari kejujuran dan kebenaran. Jangan pernah minta siswa/atlet Anda untuk berbohong. Biarkan siswa atau atlet Anda  melihatmu melakukan kejujuran. Lakukan kesalahan dan biarkan siswa atau atlet Anda melihat bagaimana anda memperbaikinya. Dalam olahraga mudah diketahui mana yang salah dan mana yang benar. Bantulah siswa atau atlet Anda mengapresiasi dan menghargai peraturan pertandingan yang ada. Ingatkan siswa atau atlet anda bahwa kemenengan diperoleh jika peraturan yang ada diikuti dengan baik. Tekankan pada siswa/atlet Anda jangan berlaku kasar yang cenderung mencelakai lawan karena dapat menimbulkan luka serius bagi lawan atau bagi Ada sendiri.
6)      Tunjukkan  Rasa Percaya Diri
Atlet yang memiliki rasa percaya diri (self confidence) yang baik percaya bahwa dirinya akan mampu menampilkan kinerja olahraga seperti yang diharapkan (Weinberg & Gould, 2007:324). Rasa percaya diri akan membawa seseorang dapat, (a) membangkitkan dan mengendalikan emosi positif  (b) lebih mudah berkonsentrasi pada aktivitas yang dijalani, (c) tidak mudah patah semangat atau frustasi dalam berupaya mencapai cita-cita, (d) cenderung mengembangkan berbagai strategi untuk memperoleh hasil kerjanya dan berani mengambil resiko atas strategi yang dipilihnya.
Untuk mengembangkan rasa percaya diri pada siswa/atlet dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut, (a) sebisa mungkin biarkan siswa/atlet  menentukan keputusan mereka sendiri, (b) bantulah  siswa/atlet meningkatkan kompetensi olahraga mereka. Habiskan waktu berlatih dengan mereka, (c) dukung siswa/atlet  baik dalam sebuah tim atau tidak masuk tim, (d) ekspresikan kepercayaan diri pada siswa/atlet, berikan mereka banyak feedback yang positif, (e) ajari siswa/atlet bagaimana menggambarkan sesuatu, yaitu gambaraan tentang penampilan mereka sendiri dikala sukses dalam situasi apa pun, (f) setiap siwa/atlet diminta merasakan dan menghayati penampilan yang terbaik sesuai kemampuan yang dimiliki.
Agar perasaan berhasil ini dapat dicapai seorang atlet sebaiknya mengembangkan harapan yang tidak terlalu berlebihan dan mendekati realitas kemampuan yang dimilikinya. Namun, harapan ini secara bertahap hendaklah senantiasa  semakin meningkat, (g) berikan apresiasi atas apa yang dilakukan atlet secara wajar terutama bila  dapat memeragakan suatu keterampilan yang sesuai dengan harapan, berikan kesempatan pada siswa/atlet belajar dengan model yang diberikan lewat media audio visual, (h) berikan persuasi verbal, yaitu pernyataan yang membesarkan hati atlet, bisa berasal  dari pelatih, pembina, orangtua, atau bahkan dari diri atlet yang bersangkutan. Pada situasi demikian, guru/pelatih seyogyanya menghindari tindakan mencela dan berusaha memberikan pernyatan yang bernada positif.
7)      Memberikan Kembali (Giving Back).
Memberikan kembali mempunyai maksud setelah olahragawan berhenti sebagai atlet yang masih aktif hendaknya tetap melayani masyarakat. Olahragawan yang sudah masuk usia pensiun terkadang menghilang dari pemberitaan dan tergusur leh atlet yang lebih muda. Untuk menghindari kenyataan ini, dianjurkan para mantan olahragawan bisa mendorong anak-anak di sekitarnya untuk mengembangkan bakat mereka untuk mendukung kegiatan sekolah dan masyarakat.
Dalam mengembangkan sikap giving back pada siswa atau atlet dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut, (a) diskusikanlah dengan siswa/atlet tentang pentingnya “giving back”. Tanyakan pada mereka bagaimana mereka dapat berguna bagi anggota keluarga yang lain, tetangga, orang-orang disekolah, teman bermain dan kalangan olahraga lainnya dan masyarakat pada umumnya, (b) diskusikan dengan siswa/atlet tentang pentingnya kualitas seluruh pengalaman olahraga daripada menang atau kalah, (c) bantulah siswa/atlet menentukan tujuan daripada kemenangan. Memang kemenangan bisa menjadi sebuah tujuan, tetapi mereka harus memeliki tujuan seperti kegembiraan atau berkerja untuk tim. Itulah mengapa, mereka dapat berkata bahwa mereka tidak menang, tetapi mencapai tujuan mereka., (d) dukung siswa/atlet untuk give back kepada yang lainnya dengan cara mengajari orang lain kemampuan berolahraga atau kemampuan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aktivitas Olahraga Senam, Akuatik, Beladiri dan Pendidikan Kesehatan

TUGAS AKHIR M6 : Aktivitas Olahraga Senam, Akuatik, Beladiri dan Pendidikan Kesehatan Tugas 1 Senam 1.       Buatlah uraian 3 gerakan ...